GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN
HIPERAKTIFITAS
Gangguan
pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (yang selanjutnya akan disebut ADHD), adalah
pola tetap tidak adanya konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas
yang lebih sering dan lebih parah dari umumnya anak pada usia perkembangan
tertentu. Biasanya gangguan yang termasuk
ke dalam eksternalisasi ini mulai tampak sejak bayi, kanak-kanak, atau remaja,
dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki.
Meskipun
istilah Hiperaktif sering digunakan oleh guru atau orang tua untuk
menggambarkan seorang anak yang sulit diatur atau tidak bisa diam, namun hanya
sebagian kecil saja dari mereka yang bisa digolongkan ke dalam kategori gangguan ADHD, sementara kebanyakan
anak-anak lainnya akan melewati tahap perkembangan normal dan tidak menjadi
pola tetap ADHD. Seorang anak hanya bisa dikatakan mengalami gangguan ADHD
apabila keadaanya ekstrem, berhubungan dengan disabilitas parah dalam fungsi
dan terus menerus. Seorang anak didiagnosis memilki gangguan ADHD apabila
memenuhi persyaratan dibawah ini:
·
Salah
satu dari A atau B:
A. Enam atau lebih wujud kurangnya
konsentrasi selama minimal enam bulan hingga ke tingkat maladaptif dan lebih
besar dari yang diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang bersangkutan,
contohnya berbagai kesalahan yang sembrono, tidak mengikuti instruksi yang
diberikan, mudah teralihkan konsentrasinya dan mudah lupa dengan aktivitas
sehari-hari.
B. Enam atau lebih wujud
hiperaktivitas-impulsivitas yang terjadi dalam minimal enam bulan hingga ke
titik maladaptif dan lebih besar dari yang diharapkan, menilik tingkat
perkembangan orang yang bersangkutan, contohnya berlari kesana kemari tanpa
tujuan, bergerak terus menerus dalam posisi duduk, atau berbicara terus tanpa
henti.
·
Beberapa
dari karakteristik tersebut diatas terjadi sebelum usia 7 tahun.
·
Terjadi
di dua lingkungan atau lebih, misalnya di rumah dan di sekolah atau tempat
kerja.
·
Disabilitas
parah dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
·
Tidak
terdapat gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas, gangguan mood.
Karena cakupan
ADHD sangat luas, maka gejala yang dialami anak-anak ADHD bisa sangat berbeda
walau sama-sama didiagnosis ADHD. Untuk memudahkannya maka ADHD dibagi lagi
kedalam tiga sub-kategori berdasarkan simtom-simtomnya, yaitu:
1.
Tipe Predominan Inatentif, yaitu anak-anak dengan ADHD
yang masalah utamanya terletak di rendahnya konsentrasi, sulit berfokus pada
sesuatu dan sangat mudah teralihkan perhatiannya.
2. Tipe Predominan Hiperaktif-Impulsif, yaitu anak-anak dengan ADHD
yang masalah utamanya terutama diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
3. Tipe Kombinasi, yaitu anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.
Tipe kombinasi
merupakan yang paling banyak, dimana anak-anak tersebut lebih mungkin mengalami
berbagai masalah tingkah laku dan menunjukkan perilaku oposisi. Sedangkan anak
dengan gangguan atensi tetapi tingkat aktivitasnya sesuai dengan tahap
perkembangan mereka tampak lebih sulit memfokuskan perhatian atau lebih lambat
memproses informasi, mungkin berhubungan dengan masalah pada daerah frontal
atau striatal otak.
Anak-anak dengan
gangguan ADHD mengalami kesulitan berkonsentrasi pekerjaan tertentu secara
terus menerus dalam rentang waktu yang dianggap wajar. Karena itu mereka juga
mengalami kesulitan untuk bermain bersama teman sebayanya dan berteman. Selain
itu, sekitar 15% - 30% anak-anak dengan ADHD mengalami disabilitas belajar
dalam matematika, membaca, atau mengeja. Biasanya mereka memiliki prestasi
rendah dalam akademik maupun sosio-ekonomi. Hal tersebut di atas tentu sangat
merugikan dan memerlukan penanganan.
Dahulu ada
anggapan umum bahwa ADHD akan menghilang dengan sendirinya saat anak-anak
tersebut menginjak usia remaja. Nyatanya anggapan itu dimentahkan oleh sejumlah
studi longitudinal. Sebanyak 65 sampai 80 persen anak-anak dengan gangguan ADHD
masih memenuhi kriteria tersebut saat remaja bahkan hingga dewasa, meskipun
simtom-simtomnya berkurang setelah ia remaja. Selain perilaku terus gelisah dan
impulsif yang menjadi ciri utama, remaja dengan ADHD memiliki kemungkinan lebih
tinggi putus sekolah dari SMU dan mengembangkan sikap antisosial dibanding
remaja seusia. Dewasa dengan ADHD, meskipun mereka memiliki pekerjaan dan
kemandirian finansial, tetapi biasanya hanya mampu mencapai tingkat
sosio-ekonomi rendah, dan lebih sering berganti pekerjaan dari yang sewajarnya
dilakukan.
Teori Biologis ADHD
Faktor-faktor
yang menyebabkan gangguan ADHD dilihat dari sisi biologis antara lain:
·
Faktor
Genetik
Para orang tua yang memiliki
riwayat ADHD memiliki kemungkinan lebih besar sebagian anak mereka akan
mengalami ADHD. Mengenai apa tepatnya yang diturunkan dari keluarga mengenai
ADHD belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa studi menunjukkan bahwa
fungsi dan struktur otak berbeda pada anak-anak dengan dan tanpa ADHD. Frontal
lobe pada anak-anak dengan ADHD kurang responsif terhadap stimulasi dan aliran darah serebral berkurang. Terlebih
lagi, beberapa bagian otak (frontal lobe, nukleus kaudat, globus pallidus) pada
anak-anak dengan ADHD lebih kecil dari ukuran normal.
·
Faktor
Perinatal dan Pranatal
Sejumlah komplikasi perinatal dan
pranatal menyebabkan risiko seorang anak akan mengalami gangguan ADHD lebih
tinggi. Berat lahir yang rendah contohnya, adalah prediktor yang cukup spesifik
bagi perkembangan ADHD. Selain itu, berbagai komplikasi lain seperti zat yang
dikonsumsi sang ibu saat hamil juga mempengaruhi.
·
Racun
Lingkungan
Beberapa zat dari lingkungan,
keracunan timah misalnya, dikatakan memiliki hubungan dengan penyebab ADHD.
Namun hal ini belum dapat dibuktikan secara pasti. Nikotin, juga dikatakan
memiliki hubungan erat dengan penyebab terjadinya gangguan ADHD. Hasil sebuah
studi menunjukkan bahwa 22% ibu dari anak-anak yang mengalami ADHD merokok
ketika hamil, sedangkan pada ibu dari anak-anak yang tidak mengalami ADHD hanya
8% yang merokok ketika hamil. Berbagai studi pada hewan menunjukkan bahwa
pemaparan kronis terhadap nikotin meningkatkan pelepasan dopamin dalam otak dan
menyebabkan hiperaktivitas. Maka beberapa peneliti mengemukakan hipotesis bahwa
merokok semasa hamil dapat memengaruhi sistem dopaminergik pada janin dan
mengakibatkan ADHD.
Teori Psikologis ADHD
Jika
seorang anak dengan disposisi aktivitas berlebihan dan mudah berubah moodnya mengalami stress akibat orang
tua yang menjadi tidak sabar dan marah, ia dapat menjadi tidak mampu untuk
memenuhi tuntutan orang tuanya untuk selalu patuh. Sikap tidak patuh ini
kemudian dapat terbawa ke lingkungan sekolah atau lingkungan lainnya, sehingga
ia dapat didiagnosis mengalami ADHD.
Seperti
disebutkan sebelumnya, bahwa sifat ADHD dapat diturunkan dalam keluarga. Orang
tua yang memiliki ADHD sangat mungkin memiliki anak dengan gangguan serupa.
Dilihat dari sisi psikologisnya, bisa jadi si anak meniru kelakuan orang
tuanya. Dan dalam berbagai studi yang mempelajari praktik-praktik orang tua
dalam mengasuh anak, seorang ayah yang pernah didiagnosis ADHD adalah orang tua
yang tidak efisien. Ini menunjukkan bahwa psikopatologi orang tua dapat
berpengaruh terhadap penyebab anak mengalami ADHD.
Penanganan ADHD
1.
Pemberian
obat stimulan
Obat-obat
stimulan yang biasa diresepkan utnuk mengurangi simtom-simtom ADHD diantaranya:
Metildenidat, Ritalin, Amfetamin, Adderall, dan Pemolin atau Cylert; dimana
Ritalin adalah yang paling sering digunakan untuk masalah ADHD.
Dalam
sebuah studi MTA (Multimodal Treatment of Children with ADHD) dilakukan
perbandingan antara empat jenis penanganan :
·
Diberi
obat stimulan saja
·
Terapi
behavioral saja
·
Kombinasi
antara pemberian obat dan terapi behavioral
·
Penanganan
standar berbasis komunitas saja
Hasilnya, terapi
dengan obat saja memiliki hasil positif yang signifikan dan lebih baik daripada
terapi behavioral dan penanganan standar. Perawatan kombinasi sedikit lebih
baik daripada obat saja dan memiliki kelebihan berupa penggunaan dosis Ritalin
yang lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa pengaruh obat-obatan sangat efektif
dalam penanganan simtom-simtom ADHD. Namun penanganan obat-obatan tidak
memberikan peningkatan akademis jangka panjang dan memiliki efek samping.
2. Penanganan Psikologis
Salah
satu cara efektif dalam menangani ADHD adalah dengan memberikan pelatihan
kepada orang tua dan guru mengenai bagaimana cara mengasuh dan mendidik
anak-anak dengan ADHD. Cara lain juga yang dikombinasikan, perubahan manajemen
kelas berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian Operant. Sistem poin dan papan
bintang serta pemberian hadiah atau konsekuensi atas perilaku anak disebutkan
cukup efektif. Namun cara-cara diatas hanya untuk meningkatkan karya akademis,
mendorong anak untuk menyelesaikan tugas, dan belajar keterampilan sosial
spesifik. Cara di atas tidak bisa digunakan untuk mengatasi simtom-simtom
hiperaktivitas itu sendiri, seperti bergerak terus dalam keadaan duduk atau
berlarian kesana kemari dalam kelas tanpa tujuan.
Dalam studi MTA juga disebutkan bahwa
intervensi behavioral intensif dapat memberi pengaruh positif yang signifikan
terhadap anak-anak dengan ADHD. Bahkan ada yang mengatakan intervensi
behavioral ini dapat sama efektifnya dengan pemberian obat Ritalin
dikombinasikan program Operant yang kurang intensif.
0 comments:
Posting Komentar