STUDI KASUS
Sejak lahir saya selalu diberi
pakaian wanita oleh Ibu, tentu saja saya tahu dari foto-foto saya yang sudah
memudar lembar per lembarnya. Kalau saya ingat-ingat belasan tahun lalu,
tepatnya ketika saya tiga tahun, permainan saya itu cenderung permainan yang
dimainkan oleh wanita. Dulu saya sempat tergiur dengan permainan yang dimainkan
lawan jenis saya, tetapi Ibu marah sekali ketika mengetahui fakta yang tak
terpungkiri itu, jelas saya memang bermain mainan mereka, saya dengan mereka
bermain bersama. Astaga, betapa meruaknya marah Ibu, saya tak pernah menyangka
itu sebelumnya. Kakak saya juga berjuang bersama Ibu, berusaha menyuapkan
marahnya kepada saya. Seketika itu, saya tidak terima. Saya juga kesal. Mengapa
saya dilemparkan kemarahan? Mengapa? Tetapi, Ibu dan kakak saya langsung
memberikan feedback atas perlakuan yang saya lakukan. Sejak itu, saya berpikir
dan mulai memahami permainan-permainan apa saja yang boleh dimainkan oleh
wanita, juga pria. Saya juga mulai merasa ingin tampil lebih cantik dari
kakak-kakak saya, saya sering melihat rupa saya di cermin sambil menyisir rambut
saya. Tidak jarang, saya suka memperhatikan Ibu saya, kakak saya sedang
berdandan, memakai bedak, pelapis yang
diberi di bibir, penghitam bulu mata dan sebagai-bagainya, padahal sesungguhnya
saya benar-benar tidak mengerti apa-apa yang digunakan mereka, terbersit di
dalam hati saya untuk meniru mereka
dalam berpenampilan layaknya seorang wanita. Lalu, saya sering
meramaikan dapur ketika Ibu memasak, pegang sana-sini, potong ini-itu.
Penjelasannya:
Pada usia dua atau tiga tahun,
seorang anak sudah mengenali jenis kelaminnya sendiri dan ditunjukkan melalui
perilakunya dalam bermain, misalnya anak wanita lebih cenderung memilih bermain
boneka daripada anak pria. Pada usia tujuh tahun, ketika anak memasuki tahap concrete operational, barulah anak dapat
benar-benar mengerti konsep yang stabil mengenai perbedaan gender. Study kasus
di atas termasuk ke dalam identitas gender menurut Teori Social Learning, Albert Bandura mengatakan bahwa anak-anak
mempelajari identitas gender mereka dengan mengamati orang dewasa dan saudara
yang lebih tua serta penguatan dan hukuman mengenai perilaku gender mereka.
Maksudnya adalah, anak-anak cenderung meniru perilaku dari pria maupun wanita,
tetapi orang tua dan lingkungan sosial lah yang mengarahkan mereka dengan
adanya penguatan untuk peran gender yang benar dan hukuman untuk yang salah.
Teori Social Learning menyatakan
bahwa peran gender bukan sesuatu yang diturunkan secara biologis, melainkan
dipelajari dari masyarakat.