Sabtu, 01 Juni 2013 0 comments By: Muthia Audina

STUDI KASUS TENTANG GENDER

STUDI KASUS

Sejak lahir saya selalu diberi pakaian wanita oleh Ibu, tentu saja saya tahu dari foto-foto saya yang sudah memudar lembar per lembarnya. Kalau saya ingat-ingat belasan tahun lalu, tepatnya ketika saya tiga tahun, permainan saya itu cenderung permainan yang dimainkan oleh wanita. Dulu saya sempat tergiur dengan permainan yang dimainkan lawan jenis saya, tetapi Ibu marah sekali ketika mengetahui fakta yang tak terpungkiri itu, jelas saya memang bermain mainan mereka, saya dengan mereka bermain bersama. Astaga, betapa meruaknya marah Ibu, saya tak pernah menyangka itu sebelumnya. Kakak saya juga berjuang bersama Ibu, berusaha menyuapkan marahnya kepada saya. Seketika itu, saya tidak terima. Saya juga kesal. Mengapa saya dilemparkan kemarahan? Mengapa? Tetapi, Ibu dan kakak saya langsung memberikan feedback atas perlakuan yang saya lakukan. Sejak itu, saya berpikir dan mulai memahami permainan-permainan apa saja yang boleh dimainkan oleh wanita, juga pria. Saya juga mulai merasa ingin tampil lebih cantik dari kakak-kakak saya, saya sering melihat rupa saya di cermin sambil menyisir rambut saya. Tidak jarang, saya suka memperhatikan Ibu saya, kakak saya sedang berdandan, memakai bedak,  pelapis yang diberi di bibir, penghitam bulu mata dan sebagai-bagainya, padahal sesungguhnya saya benar-benar tidak mengerti apa-apa yang digunakan mereka, terbersit di dalam hati saya untuk meniru mereka  dalam berpenampilan layaknya seorang wanita. Lalu, saya sering meramaikan dapur ketika Ibu memasak, pegang sana-sini, potong ini-itu.

Penjelasannya:

Pada usia dua atau tiga tahun, seorang anak sudah mengenali jenis kelaminnya sendiri dan ditunjukkan melalui perilakunya dalam bermain, misalnya anak wanita lebih cenderung memilih bermain boneka daripada anak pria. Pada usia tujuh tahun, ketika anak memasuki tahap concrete operational, barulah anak dapat benar-benar mengerti konsep yang stabil mengenai perbedaan gender. Study kasus di atas termasuk ke dalam identitas gender menurut Teori Social Learning, Albert Bandura mengatakan bahwa anak-anak mempelajari identitas gender mereka dengan mengamati orang dewasa dan saudara yang lebih tua serta penguatan dan hukuman mengenai perilaku gender mereka. Maksudnya adalah, anak-anak cenderung meniru perilaku dari pria maupun wanita, tetapi orang tua dan lingkungan sosial lah yang mengarahkan mereka dengan adanya penguatan untuk peran gender yang benar dan hukuman untuk yang salah. Teori Social Learning menyatakan bahwa peran gender bukan sesuatu yang diturunkan secara biologis, melainkan dipelajari dari masyarakat.