Minggu, 13 April 2014 0 comments By: Muthia Audina

EVERYTHING CAN BE TRAINED

Meskipun ujian melanda, aku tak pernah lelah akan semua ini, tak ada kata mengeluh akan kerja dakwah ini, Semoga Allah meRidhoi pada niat-niat kami, "amar ma'ruf nahi munkar". 

Makalah ini adalah salah satu persyaratan untuk menjadi seorang trainer yang diselenggarakan oleh Dakwah Training Center (DTC) Ukmi Ad-Dakwah USU.

baiklah, silahkan menikmati ';)

1.   Gambaran Umum Training
Training adalah pengalaman belajar yang terstruktur yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan menjadi  keterampilan khusus,  pengetahuan atau sikap. Kemampuan tersebut adalah potensi fisik, mental, atau potensi psikologis. Keterampilan adalah aplikasi/penerapan khusus dari satu atau lebih potensi yang ada.  Sebagaimana orang berbeda dengan berbagai kemampuan mereka,  mereka mempunyai tingkatan keterampilan yang berbeda yang  mereka peroleh dari hasil pelatihan.
2.   Fungsi Training
Training dalam hal ini adalah untuk tujuan mengubah kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman kedalam  pekerjaan khusus yang berhubungan dengan keterampilan. Training ini menyajikan setidaknya tiga (3) fungsi  penting untuk sebuah organisasi.
1.    Pemeliharaan. Memastikan karyawan mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan mereka, bagaimana organisasi mengharapkan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimaksudkan untuk memelihara kinerja karyawan secara keseluruhan dalam kewajiban yang terbatas untuk memenuhi tujuan.
2.    Fungsi sosialisasi, program training untuk menyampaikan kepada anggota organisasi (karyawan) tentang prioritas,  nilai dan norma dalam sebuah organisasi baik strukturnya dan materinya,  sumber daya yang dimasukkan kedalamnya, menekankan  tujuan dan prosedur, besarnya partisipasi yang mungkin, serta sikap dan keterampilan melakukan pelatihan.
3.    Fungsi Motivasi. Harapan anggota organisasi (karyawan) bahwa mereka mampu menjalankan pekerjaan dengan sukses merupakan faktor penting seberapa besar upaya mereka melakukannya dalam bekerja. Motivasi bisa meningkat jika pelayanan training juga meningkatkan ketertarikan karyawan pada pekerjaan mereka atau jika itu dilihat sebagai bantuan untuk kesempatan meningkatkan posisi di organisasi.

3.   Training sebagai Proses Belajar
Ketika metode instruksional yang canggih tersedia, yang perlu diingat adalah siapa yang sedang dilatih. Walaupun teknologi tersedia, merubah perilaku orang pada cara tertentu, seperti melatih mereka untuk pekerjaan, terdapat pada tiga (3) prinsip pembelajaran manusia. Ada tiga (3) prinsip pembelajaran, yaitu praktik, umpan balik, dan penguatan.
·         Practice
Praktik,  yaitu teknik training dengan mengaplikasikan semua tingkatan training dan untuk sebagian tugas training. Jika praktik yang sebenarnya tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan, praktik mental mungkin menjadi alternatif lainnya. Praktik mental adalah melatih tugas dalam pikiran daripada dengan membuat gerakan fisik secara berlebihan.
Tidak mungkin menyatakan seberapa banyak praktik, menjadikannya fisik atau mental, tetapi panduan yang dapat digunakan adalah:
-          Training berulang-ulang menjadi yang paling efektif untuk keterampilan, atau untuk beberapa tugas yang membutuhkan orang untuk menanamkan komitmen pada ingatan.
-          Training distribusi (menyebar dari waktu ke waktu)  menjadi lebih efektif daripada intensif,  sesi Training dalam satu waktu untuk beberapa tugas.

·         Feedback/umpan balik
Dalam artian luas, umpan balik adalah pengembalian informasi, atau diumpan balikkan tentang sebuah proses, peristiwa, ataupun perilaku yang sudah lewat. Umpan balik bisa terjadi secara otomatis dan juga instan. Tapi tidak selalu terjadi dengan cara itu. Komaki, Heinzman, & Laeson melakukan penelitian tentang  pelatihan dengan menggunakan umpan balik. Penelitian mereka menunjukkan sebuah grafik pada 4 pekerjaan yang ada pada departemen, yang menunjukkan tiga poin yaitu sebelum training (kemampuan dasar), training, dan training dengan umpan balik. Tujuan pemberian umpan balik dalam training adalah memberikan informasi tentang kemajuan dan kinerja mereka. Sifat umpan balik ditentukan oleh sifat peserta training, ketika penampilan mereka bagus, umpan balik yag positif akan membantu untuk menguatkan perilaku. Jika penampilan tidak memuaskan, umpan balik negatif memberikan informasi kepada peserta training tentang perilaku apa yang perlu disesuaikan. Untuk membantu individu membuat perubahan yang dibutuhkan secara efektif, umpan balik seharusnya mungkin menjadi spesifik. Idenya adalah untuk membantu mengembangkan pendekatan yang lebih efektif untuk mempelajari tugas-tugas.



·         Reinforcement/Penguatan
Penguatan positif telah terjadi ketika perilaku dikuatkan dengan konsekuensi, hasil positif dari perilaku memperkuat perilaku. Aspek yang penting pada banyak program training adalah apakah itu memungkinkan untuk beberapa penguatan perilaku yang diinginkan, menjadi upaya, kemajuan, atau prestasi keterampilan. Umpan balik yang positif adalah salah satu bentuk dari penguatan, pujian dan perasaan dari pencapaian adalah hadiah/reward yang kuat bagi banyak orang. Kontrak baru pada training awal kerja, peningkatan upah training yang memenuhi standar tertentu, pengakuan secara formal seperti “penghargaan peserta training terbaik dalam seminggu”, dan perubahan secara cepat pada training sering digunakan sebagai penguatan.

4.   Proses Kognitif dan Training
Lebih mengetahui tentang proses ini akan berguna untuk orang-orang yang merancang, melaksanakan, dan melakukan riset dalam training dalam organisasi. Contoh berikut diadaptasi dari diskusi oleh Howell dan Cooke (1989), yakni:
·         Proses Automatis/automatic processing
Training orang untuk bekerja termasuk pekerjaan pencampuran dari tugas-tugas yang rutin maupun tidak rutin yang  ditingkatkan oleh peserta training yang mempraktikkan  element yag rutin dari awal hingga mereka dapat melakukannya sampai mahir (Automatic).

·         Metakognisi/metacognition
Membantu peserta pelatihan untuk mengatur kemajuan masing-masing dan mengevaluasi apa yang mereka ketahui dan tidak ketahui dapat membuat pembelajaran lebih efektif.

·         Model Mental/mental models
Penelitian kognitif membuatnya jelas bahwa gambaran mental yang akurat dari materi untuk menjadi fasilitas yang dipahami dalam tugas-tugas training.

5.   Apa yang Dibutuhkan dalam Training Organisasi?
      Anggota baru organisasi harus dilatih untuk melaksanakan tugas mereka. Dalam beberapa kesempatan hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan penyegaran bagi anggota yang kinerjanya merosot. Training kembali disarankan dengan menggunakan teknologi terbaru, Seperti pada IBM atau pertukaran dalam tugas-tugas yang diberikan.
      Organisasi sebaiknya menyediakan training pengembangan anggota untuk membantu anggota meraih karier atau tujuan yang potensial.  
Ada banyak alasan untuk melakukan perubahan. Perampingan sering membuat personil yang tersisa dengan tugas pekerjaan dan tanggung jawab semakin banyak dan wajib memperoleh keterampilan baru mereka. Rekayasa ulang alat kerja dan metode perubahan dapat membuat keterampilan kerja yang diperoleh sebelumnya menjadi lebih baik.
Sebelum memulai perencanaan training ini, kita perlu mencari tahu training apa yang diperlukan dan apa saja yang ingin dicakup. Apabila training merupakan penugasan organisasi, maka perlu mendiskusikannya dengan pelaksana organisasi untuk membuat fokus dan konten training yang akan memenuhi ketentuan. Apabila merencanakan penyelenggaraan training sendiri, maka perlu menanyakan kepada para kolega dan para calon pesertanya tentang apa yang mereka inginkan. Tergantung dari jenis training yang dipertimbangkan, konsultasinya dapat beragam dari penelitian pasar yang mendalam termasuk wawancara-wawancara dan pertanyaan-pertanyaan hingga komunikasi informal pada pertemuan-pertemuan profesi. Sebelumnya mungkin sesuai untuk suatu program training utama seperti suatu kursus pembelajaran jarak jauh. Kadang-kadang kita hanya dapat menilai kebutuhan training tersebut dengan membuat program penyelenggaraan, mengiklankannya, dan melihat respon apa yang anda terima.
Ini penting untuk mengingat bahwa training tidak hanya untuk orang-orang yang tidak memiliki pengalaman atau keahlian dalam bidang training. Training juga dapat ditujukan untuk para praktisi yang perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, misalnya pada saat standar-standar atau peraturan-peraturan baru sudah diperkenalkan.
6.   Initial Job Training
Dalam Initial Job Training atau training awal pekerjaan terdapat pemikiran mengenai empat pertanyaan dasar yang harus benar-benar diperhatikan sebelum melakukan training.
Antara lain :
1. Apa saja yang harus diajarkan?
2. Dimana training tersebut harus dilakukan?
3. Metode instruksional apa yang harus dilakukan?
4. Bagaimana training tersebut dilaksanakan ?
Keempat hal tersebut adalah yang mendasari pemikiran seorang trainer untuk melakukan training.
·         Apa saja yang harus diajarkan?
Initial job training bergantung pada besarnya perbedaan antara apa yang dapat dilakukan oleh anggota (karyawan) dan apa yang akan mereka lakukan nantinya dalam dunia organisasi. Ketika perbedaannya sedikit, training bisa dibatasi untuk mengakrabkan pegawai dengan organisasi dan dengan metode tersebut, anggota/ pegawai dapat mengetahui peluang apa yang akan mereka dapatkan dan kendala apa yang akan mereka hadapai dalam dunia pekerjaan nantinya. Pembatasan training pekerjaan juga diaplikasikan jika anggota/pegawai baru adalah pegawai yang tidak tetap. Satu alasan organisasi menggunakan tempo dalam mempekerjakan pegawainya adalah salah satunya untuk mengurangi training, sehingga perbedaan apa yang dapat dilakukan oleh si pegawai dan apa yag akan dilakukan nantinya di dalam organisasi bisa relatif lebih kecil. Namun jika pekerjaan baru tersebut adalah reka ulang dari pekerjaan yang lama dan perbedaan yang terjadi cukup besar dalam perekrutan, maka kebutuhan dalam training akan lebih ekstensif.

·         Dimana pelatihan dilakukan?
Ada 3 lokasi dimana pelatihan organisasi dapat dilakukan , dimana ketiganya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, yaitu :

1.    On the Job training
On the job training adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja/transfer knowledge dari karyawan senior ke junior. Training ini langsung menerjunkan pegawai baru bekerja sesuai dengan job description/jobdesc masing-masing di bawah supervisi/pengawasan penyedia atau karyawan senior. Namun,  jika pelatih tidak menemukan waktu untuk menentukan apakah  peserta training telah memahami keterampilan tertentu atau konsep dan tidak memberikan waktu yang cukup untuk umpan balik, maka itu juga bisa membuat on the job training membuang-buang waktu.

2.    On site training
On site training adalah training dimana pegawai akan ditraining di lokasi perusahaan tetapi tidak di lokasi pekerjaan atau di jobdesc masing-masing. Organisasi memiliki kontrol lebih besar atas kualitas training karena biasanya on site training ini dilakukan oleh pelatih penuh waktu. Di samping itu kerugian dari on site training adalah biaya yang mahal pada saat melakukan training tersebut, selain itu keuntungan lain dari on site training datang dari memiliki instruktur “captive”.
3.    Off-site training
Off-site training ini adalah training yang tidak difasilitasi sebuah tempat pekerjaan. Untuk kegiatan pembangunan dalam persiapan untuk peran masa depan maka off-site mungkin terbukti lebih menguntungkan. Sebagian besar program pelatihan yang sekarang dijalankan di perusahaan karena meningkatnya tekanan pada perusahaan untuk memotong biaya, terutama yang terkait dengan perjalanan waktu dan biaya yang terkait.
·         Beberapa keuntungan dari pelatihan yang diselenggarakan off-site :
ü  Mengurangi gangguan
ü  Mengurangi potensi peserta akan berjalan di akhir karena pertemuan sebelumnya berjalan panggilan telepon akhir
ü  Mampu lebih baik untuk fokus pada “kebutuhan”

·         Kerugian dari Off-site training adalah :
Perusahaan tidak bisa mengkontrol kualitas dari pegawai yang dilatih oleh orang dari luar perusahaan tersebut, Selain itu trainer juga bisa dapat kehilangan keabsahan dari training itu sendiri.

4.    Choosing training site
Deskripsi laporan singkat dari 3 lokasi utama sebelumnya didasari pada keuntungan dan kerugian karena tidak ada aturan yang keras untuk ketiga alternatif diatas. Setiap organisasi harus mempertimbangkan situasi yang ada. Jika analisa dari kebutuhan training menunjukkan individu yang tidak berpengalaman membutuhkan sedikit training untuk pekerjaan mereka maka, on the job training adalah hal yang paling tepat bagi mereka. Beberapa faktor lain juga patut dipertimbangkan. Pemilihan lokasi training bisa ditentukan oleh beberapa faktor. Faktanya, organisasi harus mempertimbangkan konsekuensi dari kesalahan hasil selama training.
·         Metode Instruksional Apa yang Harus Dilakukan?
Tujuan dari  training awal pekerjaan adalah memberikan pegawai kemampuan dan pengetahuan yang akan mereka butuhkan untuk sukses dalam pekerjaan nantinya. Memutuskan apa saja keahlian, pengetahuan dan dimana training dilaksanakan adalah langkah pertama yang harus dilakukan, tetapi inti dari program training adalah metode instruksional, atau teknik dasar pengajaran dari situasi training tersebut. Ada banyak kemungkinan, namun yang akan direview berikut adalah hal yang paling sering digunakan dalam training kerja. Hal tersebut dibagi dalam 3 kategori, yakni :
-           Nonparticipative Instructional Methods
-          Individual Participatice instructional Methods
-          Group Participative

§  Nonparticipative Instructional Methods
NIM adalah metode dimana peran trainer adalah sebagai penerima informasi pasif. Informasi tersebut diuraikan melalui dokumen, tempat kuliah, bantuan visual, material tertulis atau kombinasi dari pilihan tersebut. Metode ini relatif murah, menyediakan standarisasi material dan dapat digunakan untuk banyak peserta training dalam satu waktu. Berlawanan dengan kuntungan Nonparticipative training methods adalah fakta bahwa ketika mereka digunakan, metode ini kekurangan 3 dari karakteristik dari training. Tidak ada praktik langsung, feedback hanya didapat dari test yang dilakukan, dan penguatan hanya dapat dillihat dari nilai bagus yang didapatkan apabila mereka diterima. Pada akhirnya, Nonparticipative training methods tepat digunakan apabila peninjauan dari rencana training dan aktivitas training dibutuhkan sebelum training yang sebenarnya benar-benar terjadi.
§  Individual Participative Instructional Methods
Ada empat (4) metode yang umum digunakan dalam Individual Participative Instructional Methods yaitu :
1.    Programmed Instruction
PI (Programmed Instruction) mulanya terkenal di dalam bentuk alat-alat yang berhubungan dengan mesin yang disebut dengan pengajaran mesin yang mempelajari stimulus dan feedback pada pelajar. PI biasanya terdiri dari mengajar dengan bantuan sebuah buku khusus atau mesin pengajaran yang menyajikan materi terstruktur dalam urutan logis dan empiris dikembangkan atau urutan. Instruksi yang diprogramkan dapat disajikan oleh trainer juga, dan telah berpendapat bahwa prinsip-prinsip instruksi yang diprogramkan dapat meningkatkan kuliah training. PI memungkinkan siswa untuk memiliki kemajuan melalui sebuah unit belajar pada tingkat mereka sendiri, mereka memeriksa jawaban sendiri dan maju hanya setelah menjawab dengan benar. Dalam salah satu bentuk yang disederhanakan dari PI, setelah setiap langkah, mereka disajikan dengan sebuah pertanyaan untuk menguji pemahaman mereka, kemudian segera menunjukkan jawaban yang benar atau diberikan informasi tambahan. Namun tujuan dari program pembelajaran adalah untuk menyajikan materi secara bertahap sangat kecil. Bentuk-bentuk yang lebih canggih dari instruksi yang diprogramkan mungkin memiliki pertanyaan atau tugas diprogram cukup baik bahwa presentasi dan uji model-ekstrapolasi dari instruksi tradisional dan klasik-belum tentu memanfaatkan.

2.    Computer-Assisted Instruction
Menggunakan Computer-Assisted Instruction (CAI) atau komputer berbasis instruksi (CBI) adalah kasus-kasus di mana instruksi disajikan melalui program komputer untuk siswa pasif, atau komputer adalah platform untuk lingkungan yang interaktif dan personal pembelajaran. Dalam definisi yang luas, komputer-dibantu instruksi dapat mengikuti jalan yang berbeda untuk tujuan yang sama. Salah satu contohnya adalah bagaimana komputer-dibantu instruks iyang digunakan dalam kaitannya dengan presentasi pengajaran lainnya. CAI dapat digunakan baik dalam isolasi, punya tanggung jawab keseluruhan untuk menyampaikan instruksi kepada siswa, atau dalam kombinasi dengan konvensional, yaitu, tatap muka, metode pengajaran. Penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi dari instruksi konvensiona ldan CAI telah paling efektif dalam meningkatkan nilai prestasi siswa. CAI adalah adalah teknik instruksional interaktif dimana komputer digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran dan memantau pembelajaran yang berlangsung.
      Menurut Bright (1983: 144-152), bila dibanding dengan pendekatan pengajaran tradisional, CAI sangat efektif dan efisien. Peserta training akan belajar lebih cepat, menguasai materi pelajaran lebih banyak dan mengingat lebih banyak dari apa yang sudah dipelajari. Dalam studi meta analisisnya terhadap hasil-hasil penelitian tentang efektifitas CAI selama 25 tahun, Kulik dkk.(1980: 525-544) menyimpulkan bahwa:
a)    Peserta belajar lebih banyak materi dari komputer (melalui CAI)
b)   Peserta mengingat apa yang telah dipelajari melalui CAI lebih lama
c)    Peserta membutuhkan waktu lebih sedikit
d)    Peserta lebih betah di kelas
e)    Peserta memiliki sikap lebih positif terhadap komputer

Richard Clark (1983: 445-549) mengkritik bahwa program pengajaran seperti CAI bisa saja efektif tetapi dengan hanya menempatkan materi pelajaran kedalam komputer secara asal, tidaklah akan meningkatkan efektivitas pengajaran. Untuk memperoleh efektifitas yang tinggi, pengembangan suatu CAI perlu perencanaan yang matang. CAI yang dibuat secara asal jadi tidak akan meningkatkan efektivitas belajar bagi pemakainya. Jadi suatu CAI bisa saja menjadi alat bantu pengajaran yang sangat baik tetapi bisa juga sebaliknya. Oleh karena itu, Simonson dan Thompson (1994:53) menyarankan agar pembuatan CAI harus direncanakan dengan baik dan usaha penelitian saat ini sebaiknya difokuskan pada pemakaian CAI untuk situasi khusus dan untuk mata pelajaran khusus pula.

3.    Simulation Training
Simulation training adalah media maya di mana berbagai jenis keterampilan dapat diperoleh. Simulation training dapat digunakan dalam berbagai macam genre. Namun yang paling sering digunakan dalam situasi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran bisnis dan manajemen keterampilan. Mereka juga sering terjadi pada lingkungan akademik sebagai bagian terintegrasi dari program studi bisnis atau manajemen. Simulation training menyiratkan tiruan dari proses kehidupan nyata, biasanya melalui sebuah komputer atau perangkat teknologi lainnya, dalam rangka memberikan pengalaman hidup. Hal ini telah terbukti menjadi metode yang sangat handal dan sukses training dalam ribuan industri di seluruh dunia. Mereka dapat digunakan baik untuk memungkinkan spesialisasi di daerah tertentu, dan untuk mendidik individu dalam kerja sektor secara keseluruhan, membuat simulasi pelatihan sangat serbaguna. Adalah penting untuk menekankan bahwa simulation training tidak hanya games,  tujuan mereka adalah untuk mendidik dan menginformasikan dengan cara yang menarik dan mengesankan, bukan semata-mata untuk menghibur. Simulasi menawarkan kemampuan peserta didik untuk belajar dalam lingkungan yang realistis di mana mereka dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan tanpa takut implikasi pada dunia nyata.
4.    Job Rotation
Job Rotation adalah teknik manajemen yang memberikan peserta training untuk berbagai pekerjaan dan departemen selama beberapa tahun. Survei menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perusahaan yang menggunakan rotasi pekerjaan untuk melatih karyawan.
Ada dampak positif dan negatif yang terlibat dengan rotasi pekerjaan yang perlu dipertimbangkan ketika perusahaan membuat keputusan untuk menggunakan  teknik ini. Rotasi pekerjaan juga merupakan kontrol untuk mendeteksi kesalahan dan penipuan. Ini mengurangi risiko kolusi antara individu. Organisasi berhadapan dengan informasi sensitif atau sistem (misalnya bank) di mana ada kesempatan untuk keuntungan pribadi bisa mendapatkan keuntungan dengan rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan juga membantu dalam kelangsungan bisnis seperti beberapa orang yang sama-sama dilengkapi untuk melakukan fungsi pekerjaan. Jika seorang karyawan tidak tersedia lainnya dapat menangani posisinya dengan efisiensi yang sama.
§  Group Participative Instructional Methods
Keunikan dari Group Participative Instructional Methods adalah peserta training berinteraksi satu dan lainnya dari alat-alat ataupun trainer. Hal ini mempertimbangkan peningkatan training, tetapi juga memasukkan unsur keragu-raguan ke dalam training tersebut. Setiap kelompok peserta training berbeda dengan kelompok lainnya, sehingga apa yang terjadi tidak dapat diprediksi. Agar lebih efektif trainer harus dapat memahami dinamika kelompok sebaik metode yang diberikan.
·         Teknik Diskusi
Beberapa teknik instruktusional sekitar kelompok mendiskusikan beberapa subjek, seperti analisisis studi kasus. Peserta training diberi fakta dari masalah organisasi dan mereka bekerja sesuai issue dan juga bersamaan dengan pertanyaan. Masalah bisa saja benar-benar terjadi dalam suatu kelompok tersebut atau dikembangkan sesuai dengan keperluan training tersebut. Hal yang didiskusikan jauh lebih penting dibanding potensial pemikiran dan diskusi untuk membuat poin dasar. Peserta training tidak hanya  belajar untuk mempertimbangkan fakta dari situasi yang diberikan, tetapi juga mengidentifikasi informasi penting yang hilang. Selain itu, perbedaan opini dan perbedaan penyelesaian masalah dari berbagai macam kelompok memperluas pandangan dan mengajarkan pelajaran penting.

·         Role playing And Behaviour Modelling
Role playing awalnya dikembangkan guna psikoterapi oleh J.B moreno. Teknik ini dinamai psikodrama oleh Moreno, diaplikasikan kedalam dunia bisnis pertama kali pada Macy’s department store di New York tahun 1930-an. Dalam role playing ini orang-orang dibuat seolah-olah berada dalam dunia kerja yang sebenarnya. Role playing adalah salah satu cara untuk membuat training menyelesaikan suatu masalah dan kemampuan interpersonal lebih nyata.
Ada 4 langkah utuk mengaplikasikan teori ini dalam training pekerjaan yang dideskripsikan L Moses.
1.    Modelling (menirukan), yaitu peserta memperhatikan aktor dalam video atau langsung menangani masalah atau berkomunikasi dengan cara yang diinginkan dan efektif. Perilaku kunci untuk keberhasilan metode ini adalah berhasil disoroti .
2.    Rehearsal, yaitu peserta mempraktikkan perilaku seperti model.
3.    Feedback, yaitu pelatih dan peserta menyediakan feedback pada latihan perilaku , penguat yang diberikan oleh anggota kelompok lain adalah hal yang penting dalam tahap ini.
4.    Transfer of Training. Peserta training dikuatkan dan ditindak lanjuti dalam tempat kerja dan peserta diharapkan untuk menerapkannya secara benar.

·         Videoconfrence Training

Salah satu dari metode instruksional yang baru adalah videoconfrence training. Komunikasi dua arah yang dikembangkan untuk memfasilitasi pertemuan bisnis antara dua (2) orang yang berbeda lokasi, videoconfrence menyatukan dua (2) orang melalui line telepon, komputer, video kamera dalam waktu interaksi.
Perbedaan di antara ketiga metode training dasar ini yang berhubungan dengan kesempatan yang ditawarkan untuk berlatih , umpan balik, dan dorongan untuk berperilaku sesuai yang diinginkan. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan dalam bidang kemampuan. Kemampuan ini dapat diubah secara besar-besaran dengan cara penerapan sebuah metode dan dengan keterampilan seorang trainer. Perbedaan yang paling besar diantara potensi dan aktualitas dalam hubungannya dengan efektivitas training mungkin terjadi dalam metode partisipasi kelompok. Namun dalam  analisis terakhir interaksi antara calon karyawan dan situasi training lah yang akan menentukan keberhasilan training seseorang. Ada orang yang belajar dari segala macam program namun ada juga yang tidak.
7.   Bagaimana Mengevaluasi Keberhasilan Training ?
Training kerja menjadi usaha yang mahal. Karena peralatan, materi, ongkos pelatih, upah calon karyawan yang belum produktif, penanaman modal yang hilang bila karyawan mengundurkan diri tidak lama selesai menjalani training. Dengan adanya hal-hal tersebut, cara tertentu untuk mengevaluasi efektivitas training harus menjadi bagian dari setiap program. Evaluasi ini dapat dibuat berdasarkan kriteria dalam atau kriteria luar.
Kriteria dalam untuk mengevaluasi training adalah keefektivitasan training yang dibuat selama periode training. Contohnya tes formal pengetahuan calon karyawan dan keterampilan, dan dinilai oleh trainer mengenai perkembangan peserta latihan dan kinerja. Kriteria luar untuk mengevaluasi training merupakan pengukuran sejauh mana prosedur training kerja menghasilkan perilaku kerja yang diinginkan. Keefektifan training dapat dilihat dari sejauh mana training beralih menjadi pekerjaan yang merupakan pengukuran kriteria luar.
8.   Evaluasi Calon Karyawan tentang Training
Evaluasi peserta tentang training biasanya dibuat berdasarkan kuisioner. Kuisioner ini berisi mengenai pendapat mereka tentang kualitas dan keefektifan prosedur training, materi, dan metode, perasaan puas atau tidak puas mereka dengan pengalaman training, dan peringkat mereka sejauh mana mereka mendapat pengetahuan atau keterampilan melalui training.
Di dalam organisasi, pendapat dan perasaan peserta mengenai training biasanya dinilai dengan cara yang bersifat memberikan satu kali daftar pertanyaan pada kesimpulan training. Penilaian terhadap diri sendiri juga dapat dilakukan. Singkatnya, peserta training dapat diberikan kuisioner yang sama tentang tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan, yang diberikan dua kali yaitu sebelum dan sesudah training.
9.   Evaluasi Organisasi tentang Training                                           
Sebagian besar metode training diakui efektif di dalam keadaan yang tepat, tetapi orang di dalam organisasi ingin mengetahui apakah training tersebut mencapai tujuan dari keadaan tersebut, apakah keuntungan dari training tersebut lebih besar daripada pengeluaran. Jawabannya adalah bergantung kepada prestasi kerja dari orang yang dilatih dapat meningkatkan produktivitas organisasi. Sejumlah faktor mempengaruhi transfer training untuk pekerjaan, oleh karena itu, sangat mungkin untuk dilakukan pemeriksaan keterampilan dan pengetahuan calon karyawan dengan cara kriteria dalam/internal yaitu tes atau evaluasi trainer.
10.                  Apakah Training Jauh Lebih Efektif daripada Tanpa Training ?
Jika training kerja cukup baik diterapkan dalam organisasi, maka karyawan baru yang telah mengikuti training harus lebih menonjol dalam hal tertentu daripada yang tidak mengikuti training. Karyawan yang telah mengikuti training formal harus menunjukkan satu atau lebih hal-hal berikut ini, daripada karyawan yang tidak ikut training:
·         Membuat sedikit kesalahan dalam bekerja
·         Lebih sedikit mengalami kecelakaan kerja
·         Harus melaksanakan pekerjaan dalam kualitas yang tinggi
·         Mereka bertahan lebih lama dalam perusahaan/organisasi
·         Harus lebih cepat produktif
Korporasi penjualan pelatih untuk R.R. Donnelley & Sons, dengan bantuan dari perusahaan konsultan psikologis, diikuti strategi dasar ilmiah mencari tahu jika training lebih efektif dari pada tanpa training. Strategi ini merupakan percobaan lapangan (atau studi lapangan) di mana beberapa aspek perilaku kerja karyawan yang memiliki training  formal dibandingkan dengan perilaku kerja karyawan yang tidak memiliki training. Pada Donnelly, dasar perbandingannya adalah jumlah berapa banyak bisnis yang didapatkan oleh para penjual. Singkatnya, mungkin peneliti melihat jumlah panggilan, volume penjualan, atau evaluasi oleh manajer atau pelanggan.

Tujuan dalam melakukan penyelidikan ini adalah untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor bukan training sebagai timbulnya perbedaan antara orang yang dilatih dan tidak dilatih. Mereka yang dipilih untuk penyelidikan ini diberikan tugas secara acak dalam kelompok yang memperoleh training  (eksperimen) dan yang tidak diberi training (kontrol). Kelompok kontrol harus memiliki pengalaman yang dimiliki oleh kelompok eksperimen, kecuali training. Mereka harus menerima orientasi yang sama ke perusahaan dan diberikan test terlebih dahulu tentang pengetahuan kerja dan keterampilan untuk mewujudkan baris dasar guna mengetahui perubahan.

sumber: Jewell, J.N  (1998). Contemporary Industrial/Organizational Psychology. California: McgrawHill.