Sabtu, 31 Mei 2014 0 comments By: Muthia Audina

HASIL DISKUSI MENGENAI KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK YANG DIFASILITASI OLEH KELOMPOK DISKUSI

HASIL DISKUSI MENGENAI KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK YANG DIFASILITASI OLEH KELOMPOK DISKUSI

KELOMPOK :
NANDA RIZKITA br MILALA 12-025               
MUTHIA AUDINA           12-029
           
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia terus memperihatinkan, setelah terungkapnya sejumlah kasus di berbagai tempat, termasuk terakhir kasus pedofilia dengan jumlah korban mencapai ratusan anak. Sebelumnya, kasus lain yang menyedot perhatian publik terjadi di Jakarta International School (JIS), dimana pelakunya adalah petugas kebersihan di lingkungan sekolah. Menurut Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), jumlah kasus kekerasan seksual pada anak meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2012 jumlahnya 124 kasus, tahun lalu mencapai 1.937 kasus. “Untuk tahun ini sudah mencapai 200 kasus dengan jumlah korban hampir hampir 300 anak, kami menetapkan status darurat perlindungan anak serta menganggap masalah ini sebagai bencana nasional”.
   Parahnya, kasus di Indonesia mayoritas terjadi di lingkungan yang seharusnya nyaman bagi anak, yaitu di sekolah dan lingkungan sekitar rumah. “Pelakunya juga orang-orang dekat. Padahal mereka yang seharusnya memberi perlindungan. Ini sudah keterlaluan”. Ia menegaskan, meningkatnya jumlah kasus terjadi karena lemahnya perlindungan hukum bagi anak, terutama terkait rendahnya hukuman bagi pelaku, dimana saat ini berdasarkan UU Perlindungan Anak, hukuman hanya berkisar antara 3-5 tahun. “Ini membuat Indonesia menjadi salah satu surga para pedofil. Harusnya hukuman minimal 20 tahun”, katanya.
  Seto Mulyadi, psikolog anak mengatakan, anak-anak korban kekerasan seksual harus mendapat perhatian serius baik dari keluarga maupun dari pemerintah, tidak saja untuk memulihkan kondisi traumatik tetapi juga agar mereka tidak berubah menjadi pelaku di kemudian hari. “Potensi pedofilia muncul pada korban itu bisa terjadi selama korban tidak mendapatkan penanganan yang tepat,” katanya.
Karena itu, penting bagi pihak keluarga untuk memperhatikan secara seksama nasib korban pedofilia secepatnya. “Anak-anak harus mendapatlan diagnosis psikologis atau terapi professional”. Ia menambahkan, sejumlah kejadian ini harus membuat semua pihak memikirkan pendidikan seks usia dini pada anak.  “Usia idela adalah 2,5 tahun, dimana anak-anak mulai memegang organ intimnya. Jadi, orang tua dapat memperkenalkan tentang kesehatan reproduksi pada usia tersebut,” ujarnya.
Anak-anak, perlu dilatih soal bagaimana menjaga kesehatan organ intim serta mengajarkan mereka untuk menjaga keamanan organ intim, misalnya menolak apabila orang lain ingin memegang. “Mereka harus jadi garda terdepan untuk melindungi diri mereka sendiri. Anak juga perlu diajarkan berteriak dan melapor kepada orang tua, apabila ada yang ingin meraba organ intimnya. Hal ini akan dilakukan anak hingga mereka dewasa,” .
            

  Berdasarkan fakta dan penjelasan di atas kita sudah pasti merinding mendengar hal seperti itu terjadi di kalangan anak-anak yang seharusnya mereka mendapatkan kasih sayang dari lingkungan sekitarnya, bukannya mendapatkan luka psikologis yang akan terus membekas di dalam dirinya. Maka kelompok kami mencoba membahas hal ini kembali dengan berdiskusi kepada temen-teman sekalian, kami memiliki tujuan dalam diskusi ini yaitu, bagaimana cara untuk menyadarkan orang sekitar untuk sadar akan masalah yang ada, dan mencari solusi yang tepat untuk pencegahan kekerasan seksual pada anak. Karena faktanya orang tua, dan lingkungan sekitar kurang menyadari yang namanya pendidikan seksual dini kepada anak. Mereka menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan oleh anak yang belum cukup umur.
   
   Oleh karena itu, kami kelompok diskusi ingin sekali memberikan sedikit solusi yang mudah-mudahan akan membawa kebaikan dan pengurangan terhadap kekerasan seksual pada anak-anak. Dari hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan pada tanggal 8 Mei 2014, para peserta memberikan beberapa solusi, yaitu:
·         Pentingnya pendidikan seksual sejak dini terutama dari orang tua
·         Hukum yang perlu ditegakkan
·         Keluarga dan pihak sekolah dapat bekerja sama dalam kesejahteraan anak-anak
·         Lingkungan (letak WC ataupun kelas tidak saling berjauhan jaraknya, atau tempat yang terlalu sepi) untuk menghindari anak-anak pergi sendirian ke tempat yang sepi
·         Selektif dalam memilih karyawan yang bekerja di area sekolah
Itulah beberapa pendapat yang diajukan peserta saat diskusi berlangsung. Jadi memang semua pihak harus ikut memperhatikan kesejahteraan anak, baik pihak sekolah, pihak pemerintah, orang tua, dan lingkungan harus saling ikut serta. Tidak bisa hanya orang tua saja, ataupun pihak sekolah saja. Nah, untuk itu ayo kita jaga penerus bangsa, dengan cara luangkan waktu untuk berkomunikasi pada anak. Tanyakan apa saja kegiatan yang dilakukannya di luar saat anak tidak bersama orang tuanya, jika tingkah anak mulai berbeda ajaklah anak untuk mau bercerita apa yang terjadi pada dirinya. Kalau bukan orang tua siapa lagi yang dipercaya anak.


Demikianlah hasil diskusi yang telah kelompok buat, kiranya dapat bermanfaat dan memberi insight untuk membuat kerja-kerja nyata untuk mengurangi kekerasan yang terjadi pada anak. Terima Kasih.

Berikut adalah hasil dari diskusinya......






Selasa, 27 Mei 2014 0 comments By: Muthia Audina

Pemaknaan Hidup

*Nasehat di malam ini 270514 22.50*


Hidup itu tentang seberapa indah kita memaknai kehidupan kita. Jikalau hidup dimaknai dengan bahagia maka yang ada hidup kita kan selalu indah seperti taman bunga. Namun jika memaknai hidup dengan sempit maka jangan kan taman bunga, mungkin bunga yang kan kita lihat bukanlah bunga indah pada umumnya bunga.

Pernahkah kau lihat kamboja? bunga kamboja selalu berkembang setiap waktu & akan gugur saat masih segar (sudah jatuh ke tanah sebelum bunganya layu). Kalaupun sebuah kubur tak ada yang ziarah, maka kamboja lah yang menaburi kubur tersebut. Seperti itulah perumpamaan hidup, ketika hidupmu sepi dan sesendiri apapun, hiduplah seperti kamboja yang terus memberikan arti walau dirinya sendiri berteman sepi. Maka berbahagialah!!!

Hidup itu tidak ada siaran ulang ^_^
Minggu, 27 April 2014 0 comments By: Muthia Audina

MAKNA ANDRAGOGI

Ini adalah Jawaban dari Ujian Tengah Semester pada mata kuliah Andragogi semester 4 Fakultas Psikologi USU.
Mungkin dapat menginterpretasi sendiri bagaimana pertanyaan yang diberikan ^_^

a. Keputusan untuk memilih mata kuliah pilihan Andragogi menjadi salah satu mata kuliah di semester empat (4) adalah Mata kuliah di semester empat (4) hanya ditawarkan oleh departemen Pendidikan yaitu Andragogi dan Paedagogi, kemudian departemen Perkembangan menawarkan mata kuliah pilihan lansia, dan Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dengan analisa jabatan. Saya memutuskan untuk memilih mata kuliah yang diusulkan oleh departemen Pendidikan, karena diantara ketiga tersebut psikologi pendidikan adalah salah satu minat yang sudah terpelihara dari dalam diri jika dibandingkan dengan yang lain. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam buku yang ditulis oleh Suprijanto bahwa minat menjadi point dari prinsip hukum belajar pendidikan orang dewasa, minat adalah keinginan yang datang dari hati nurani untuk ikut serta dalam kegiatan belajar. Penelitian telah membuktikan bahwa minat atau rasa tertarik, keuletan, begitu juga dengan kegigihan, serta intensitas sangat berpengaruh dalam meningkatkan keberhasilan belajar. Jikalau lah saya memilih sesuatu yang tidak/belum menjadi minat, maka kemungkinan besar hasil belajar yang akan dicapai tidak efektif. Selanjutnya alasan kedua mengapa memilih pilihan Andragogi adalah karena saya yakin bahwa output yang akan saya dapat adalah pendidikan nilai dan pendidikan moral. Menurut Winecoff (1998), pendidikan nilai bertujuan membantu peserta didik menggali nilai yang ada melalui pengujian yang diteliti sehingga kita dapat meningkatkan kualitas cara berpikir dan perasaan. Pendidika moral bertujuan membantu peserta didik untuk lebih bertanggung jawab, adil, dan matang dalam menilai orang lain. Menurut saya, mata kuliah Andragogi adalah salah satu pendidikan efektif yang prosesnya adalah membantu peserta didik meningkatkan dan menginternalisasi nilai dan sikap yang secara sosial diterima dan secara moral matang. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa lebih memilih Andragogi daripada Paedagogi, alasannya adalah karena keinginan belajar, point ini merupakan hal yang sangat penting yang dapat meningkatkan efektivitas belajar. Keinginan belajar dapat timbul karena rasa tertarik yang mendalam terhadap sesuatu objek, atau mungkin dapat disebabkan oleh adanya kebutuhan terhadap suatu pengetahuan atau keterampilan tertentu, atau dapat tumbuh dari dorongan atau motivasi dari orang lain, Andragogi menjadi salah satu dari banyak yang sangat menarik perhatian dan membuat penasaran saya meningkat. Kalimat terakhir yang menjadi penutup jawaban bagian (a) ini yakni saya mengetahui pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan ketika telah mengikuti proses pembelajaran. Seorang peserta dalam pendidikan orang dewasa tidaka akan memperoleh kemajuan dalam proses belajarnya kecuali jika ia mengetahui dalam hal apa saja ia berhasil dengan baik dan dalam hal apa saja ia gagal.

b.    Penjabaran kontrak kuliah berkaitan dengan ketetapan hati dan pengertian terhadap tugas. Kontrak kuliah dipaparkan dan disepakati bersama sebelum masa perkuliahan aktif, jadi bahasa tersiratnya kita sebagai peserta belajar dapat memilih untuk lanjut atau tidak dalam proses belajar ke depannya. Dalam hal ini saya sudah menetapkan hati hingga akhirnya memilih melanjutkan proses tersebut. Ketetapan hati sangat menentukan, apakah seseorang akan tetap melanjutkan aktivitasnya atau tidak sama sekali. Sedangkan prasangka, kecurigaan, dan ketertutupan semuanya akan menghambat proses belajar yang efektif. Seseorang peserta didik seharusnya mempunyai ketetapan hati, yakni kesediaan untuk menerima ide-ide baru walaupun mungkin secara implisit tidak ingin menerapkannya. Selanjutnya pengertian terhadap tugas, peserta didik harus memperoleh penegrtian yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peserta belajar harus mengetahui apa yang perlu dibaca, apa yang perlu dicatat, apa yang perlu dipelajari, apa yang perlu dilatihkan, apa yang perlu didiskusikan, apa yang perlu dipraktikkan, apa yang perlu diteliti, dan apa yang perlu dilakukan agar dipelajari.

c.   Dinamika kelas dan komitmen peserta mata kuliah, masalah ini dapat kita telesik dari penjabaran buku Pendidikan Orang Dewasa tentang sikap. Sikap peserta belajar dengan komitmen yang benar berusaha dibangun dan dijaga. Istilah sikap di sini berarti perasaan seseorang terhadap orang lain, ide, lembaga, fakta, dan lainnya. Program pendidikan pada umumnya mengembangkan sikap positif terhadap hal yang baik menurut norma yang berlaku di masyarakat. Sebaliknya, mencoba mengembangkan sikap negatif terhadap tindakan amoral, dan sebagainya. Sikap tidak dapat diajarkan secara langsung  seperti fakta, namun biasanya diajarkan secra tidak langsung melalui contoh, bacaan, dan kegiatan yang baik seperti yang telah dilakukan selama proses pembelajaran kira-kira tiga bulan. Kemudian, menurut saya, dinamika dan komitmen peserta selama mengikuti perkuliahan didapat dari adanya hukum asosiasi. Belajar dengan menghubungkan ide atau fakta dengan ide atau fakta lain cenderung dapat menghasilkan ingatan yang lebih permanen daripada apabila tidak menghubungkannya. Belajar dengan menghubungkan tersebut adalah salah satu ciri kelebihan orang dewasa dibandingkan anak-anak, sebab orang dewasa mempunyai banyak stok ide atau informasi yang dapat menarik. Jadi, dinamika yang sudah terbangun hingga sekarang adalah hukum asosiasi. Ciri penting hukum asosiasi adalah bahwa ide atau pengalaman baru akan menimbulkan emosi, jika dihubungkan dengan ide atau pengalaman yang nyata.

d.  Masa pengharapan UTS tetap berlangsung adalah menjadi tahap proses belajar, yaitu semakin meningkatnya motivasi, yang dimaksud motivasi di sini adalah keinginan untuk mencapai sesuatu hal. Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi jangka pendek dan motivasi jangka panjang. Motivasi jangka pendek berupa keinginan hanya pada saat itu (sesaat). Sementara mtivasi jangka panjang dapat berupa keinginan mendapat nilai ujian yang baik. Yang kedua, perhatian pada pelajaran yang semakin memuncak, ini dapat disebabkan atau sangat tergantung pada pembimbing. Selanjutnya ada menerima dan mengingat, masa-masa ketika UTS masih belum pasti dilaksanakan atau tidak, di sini di asah lagi ingatan yang telah kita terima. Kemudian, reproduksi, dalam proses belajar, seseorang tidak hanya harus menerima dan mengingat informasi baru saja, tetapi ia juga harus dapat menemukan kembali apa-apa yang pernah dia terima (reproduksi). Agar peserta didik mampu melakukan reproduksi, pendidik perlu menyajikan pengajarannya dengan cara mengesankan, saya rasa pada masa-masa tengah menunggu kegundahan UTS atau tidak menurut saya adalah cara yang sangat mengesankan. Generalisasi, pada tahap ini, peserta didik mampu menerapkan hal yang telah dipelajari di tempat lain dan dalam ruang lingkup yang luas. Generalisasi juga dapat diartikan penerapan hal yang telah dipelajari dari situasi yang satu ke situasi yang lain, ini juga benar-benar mengajarkan kami untuk dapat belajar dari situasi yang tidak biasa (kepastian UTS atau tidak adalah suatu kondisi yang tidak biasa). Terakhir, saya menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik (feed back), feed back yang saya dapat adalah dapat mengetahui seberapa jauh saya memahami apa yang diajarkan dan dapat memeriksa/menginstropeksi diri sendiri.

e.       UTS diselenggarakan dengan sistem seperti ini, menurut saya ini adalah termasuk ke dalam tujuan khusus dengan harapan dapat sesuai dengan ciri-ciri yang telah dipaparkan oleh Suprijanto, yakni adanya sasaran, menunjukkan perubahan perilaku yang spesifik, jelas dapat dicapai, didemonstrasikan, dan dapat diukur, harus dapat mengarahkan ke tujuan umum (kesehatan: fisik, mental, dan keamanan/keselamatan, anggota keluarga yang berguna, dan sebagainya), nah, untuk tujuan umun setelah melalui proses pembelajaran pada andragogi adalah agar lebih dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa. Lalu, biasanya dinyatakan dalam istilah pengetahuan, pengertian, kemampuan, keterampilan, minat atau rasa tertarik, penghargaan, idealisme, penerapan, dan kebiasaan. Pernyataan terakhir ini sangat menyentuh saya, karena jujur saja, entah sudah kesekian kali saya ujian seperti pada tidak biasanya, dan itu tetap menjadi salah satu yang menarik dan mengesankan.

f.   Upaya komitmen perkuliahan setelah UTS, tidak muluk-muluk untuk usaha agar tetap terjaganya komitmen setelah UTS, adalah membentuk kebiasaan yang positif. Membentuk dan mengakhiri suatu kebiasaan adalah salah satu hasil yang pendidikan orang dewasa yang sangat penting. Caranya adalah silahkan membaca point-point di bawah ini dengan seksama dan penuh perhatian.
-Temukan konsep kebiasaan baru yang ingin dikembangkan sejelas mungkin.
-Mulailah kebiasaan baru dengan kemauan yang kuat.
-Jangan biarkan pengecualian terjadi sampai kebiasaan baru tersebut benar-benar berakar.
-Latihlah kebiasaan baru itu pada setiap kesempatan, walaupun dalam keadaan sibuk, carilah kesempatan untuk berlatih.
-Latihan dengan selang waktu yang lama akan lebih baik daripada latihan secara intensif dalam waktu yang relatif singkat.
-Latihan hendaknya dilakukan sesempurna mungkin.
-Situasi dan kondisi hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga menyenangkan.
-Pembentukan kebiasaan baru hendaknya sebagai hasil dari dorongan dirinya sendiri, bukan dari orang lain.
 Kedelapan cara itulah yang menjadi upaya/usaha yang akan saya lakukan untuk selalu menjaga komitmen yang telah dibangun dari awal seiring berjalannya waktu.


Senin, 14 April 2014 0 comments By: Muthia Audina

KONSEP PERFORMA PEMBELAJARAN DEWASA METODE DISKUSI

Kelompok Diskusi:
Muthia Audina                    121301029

1.      Pengertian Diskusi
Morgan., et al (1976) menyatakan bahwa diskusi kelompok yang ideal adalah berpartipasinya sekelompok orang dalam diskusi suatu subjek atau masalah yang memerlukan informasi atau tindakan lebih lanjut. Sementara, menurut Kang & Song (1984) mendefinisikan sidkusi kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu yang menjadi pusat perhatian bersama. Ada ciri-ciri kelompok menurut Kang & Song, yaitu:
·         Adanya interaksi antara anggota
·         Ada kepemimpinan
·         Ada tujuan yang akan dicapai
·         Ada norma yang diikuti
·         Melibatkan emosi

2.      Manfaat Diskusi
Mengapa kelompok ini memilih diskusi karena manfaat diskusi kelompok pada pendidikan orang dewasa adalah:
a)      Diskusi memberi kesempatan kepada setiap peserta untuk menyampaikan pendapatnya, mendorong setiap individu untuk berpikir dan mengambil keputusan.
b)      Belajar sambil bekerja, yaitu mereka yang aktif secara fisik dan mental dalam diskusi.
c)      Diskusi cenderung menbuat peserta lebih toleran dan berwawasan luas.
d)     Diskusi mendorong seseorang untuk mendengarkan dengan baik.
e)      Menberikan alat pemersatu fakta dan pendapat peserta diskusi sehingga kesimpulan dapat diambil.
f)       Melalui metode diskusi peserta dapat proses pembelajaran, misalnya pemimpin dapat berlatih.




3.      Tujuan Diskusi
Tujuan diskusi yang akan diselenggarakan adalah
a)      Sebagai sarana untuk bertukar pendapat tentang suatu masalah.
b)      Diskusi digunakan untuk mendorong agar oang sadar kan adanya masalah.
c)      Membantu dalam mengidentifikasi masalah, membantu dalam pemecahan masalah.
d)     Memberikan kesempatan untuk merencanakan program aksi.

4.      Metode Khusus
Metode khusus yang digunakan adalah brainstorming (curah pendapat), yaitu salah satu bentuk berpikir kreatif sehingga pertimbangan memberikan jalan untuk berinisiatif kratif.
Alasan mengapa memilih teknik brainstorming (curah pendapat) yakni agara paa peserta aktif dalam mencurahkan semua ide yang timbul dari pemikirannya berdasarkan topik yang diusung, teknik ini paling efektif dalam kelompok yang kecil, tidal lebih dari 12-15 orang saja.
Struktur teknik brainstorming (curah pendapat), yaitu:
1.      Sesi pertama, menampung sebanyak mungkin ide-ide atas topik yang ditawarkan.
2.      Sesi kedua, dilakukan penilaian atau evaluasi terhadap ide-ide yang sudah disampaikan.

5.      Tim Kepemimpinan
a)      Pimpinan diskusi         : Kurnia Boby Safarov            (121301054)
                                     Ibrahim Azhari                       (121301079)
b)      Pengamat proses         : Nanda Rizkita                       (121301025)
                                     Arifah Rakatasya Siregar       (121301052)
c)      Notulen                       : Muthia Audina                      (121301029)
d)     Narasumber                 : Denny Wahyudi                    (121301050)
                                     
6.      Topik atau Isu
Topik atau Isu yang akan dibahas adalah “Kekerasan Seksual pada Anak”. Isu tersebut akan dibahas dari sisi Psikologi, yakni: bagaimana tugas perkembangan yang menjadi korban pelecehan, apa yang menyebabkan pelaku melakukan perbuatan kekerasan seksual anak (faktor-faktor, situasional).
Berikut adalah kronologi kasus yang akan kelompok diskusi angkat menjadi topik diskusi:

Dewasa ini, seperti yang kita tahu banyak kasus kriminal terhadap anak-anak, salah satunya adalah pelecehan seksual. Salah satunya, kasus pelecehan seksual terhadap bocah TK di sebuah sekolah internasional di Jakarta Selatan menjadi perhatian serius Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Seorang anak laki-laki berumur lima tahun menjadi korban kekerasan seksual di toilet sekolahnya. Dimana pelakunya merupakan karyawan kontrak di sekolah tersebut. Menurut pengakuan korban, pelaku berjumlah lima orang. Ibu korban berinisial T (40) mengatakan dirinya mencium adanya kejanggalan terhadap perilaku anaknya tersebut yakni pada pertengahan Maret 2014.

“Anak saya jadi sering ketakukan, mengigau dan berteriak saat tidur. Saya sempat frustrasi, dia tidak mau bicara soal perubahan itu. Anak saya juga tidak mau sekolah,” ujar T di Jakarta, Senin (14/4/2014).

Hingga pada akhirnya pada 20 Maret 2014, T menemukan luka memar di perut sebelah kanan anaknya. T pun menanyakan perihal luka itu pada sang anak. Dan anaknya mengakui menjadi korban kekerasan di toiletnya.

“Anak saya akhirnya bilang dia mendapat tindakan kekerasan seksual di kamar mandi sekolah. Dan dia dipukuli sebelum mendapatkan pelecehan seksual melalui anusnya. Akhirnya pada 24 Maret 2014 saya lapor ke Polda Metro," tutur T.

Kata Erlinda, pihak sekolah mengaku lalai dalam merekrut outsourcing. Sekolah kurang selektif dalam memilih pekerja, meski pun sudah melakukannya melalui prosedur yang berlaku.
“Mereka beralasan ini akibat salah memih outsourcing. Padahal mereka mengklaim sudah lakukan SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam merekrut pekerja outsourcing,” ujar Erlinda saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Dia menjelaskan, KPAI sudah meminta kepada pihak sekolah untuk bertemu dengan orangtua korban. Namun pihak sekolah belum mengizinkan. KPAI diminta sekolah membawa surat resmi jika ingin berbicara dengan orangtua korban.

7.      Alat Bantu Audio Visual

·         Film pendek/video singkat
      Pada saat pelaksanaan diskusi akan menampilkan sebuah film pendek ataupun video singkat berkaitan tentang topik diskusi. Mengapa kelompok diskusi memilih alat bantu berupa film/video dalam menunjang pembelajaran diskusi, tidak lain karena seyogiyanya alat bantu harus dapat mengajarkan sesuatu, bukan hanya menampilkan sesuatu. Kemudian, kelompok diskusi berasumsi bahwa film/video akan dapat menarik perhatian para peserta diskusi, dapat menayangkan peristiwa/acara yg telah terjadi, bisa menganalisa tindakan atai pertumbuhan tertentu, dapat menimbulkan emosi; baik postif maupun negatif, dan dapat digunakan untuk menggambarkan tindakan secara jelas dan cermat. Menurut Suprijanto di dalam Pendidikan Orang Dewasa juga dujelaskan bahwa alat bantu berupa film kurnag efektif jika diberikan tersendiri, maka dari itu haris digunakan bersama dengan metode lain setelay penayangan film selesai. Penjelasan ini semakin merperkuat kelompok dalam memilih film/video sebagai alat bantu, metode diskusi sangat bermanfaat dilakukan setelah penayangan sebuah film/video. Film/video tersebut menjadi stimulus untuk para peserta dalam memberikan pendapat atau ide sehingga didapatkan hasil output yang maksimal pada saat forum diskusi berlangsung.
·         Slide/LCD Projection Panel
      Digunakan sebagai untuk menampilkan tema diskusi serta poin-poin penting apa yang harus didiskusikan. Kelebihan dari Slide/LCD Projection Panel adalah penampilannya dapat berwarna, dapat diprogram urutan belakang, layout, transisi, dan animasinya.
·         Proyektor
Alat bantu yang digunakan untuk menampilkan slide/LCD projection panel.

·         Papan tulis
Digunakan sebagai alat untuk menuliskan jalannya diskusi yang sedang berlangsung, umumnya garis besarnya saja, misalnya ide-ide yang telah disampaikan, tahap-tahap menuju pemecahan masalah, kesimpulan diskusi.

Sumber:
Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Bumi Aksara





Minggu, 13 April 2014 0 comments By: Muthia Audina

EVERYTHING CAN BE TRAINED

Meskipun ujian melanda, aku tak pernah lelah akan semua ini, tak ada kata mengeluh akan kerja dakwah ini, Semoga Allah meRidhoi pada niat-niat kami, "amar ma'ruf nahi munkar". 

Makalah ini adalah salah satu persyaratan untuk menjadi seorang trainer yang diselenggarakan oleh Dakwah Training Center (DTC) Ukmi Ad-Dakwah USU.

baiklah, silahkan menikmati ';)

1.   Gambaran Umum Training
Training adalah pengalaman belajar yang terstruktur yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan menjadi  keterampilan khusus,  pengetahuan atau sikap. Kemampuan tersebut adalah potensi fisik, mental, atau potensi psikologis. Keterampilan adalah aplikasi/penerapan khusus dari satu atau lebih potensi yang ada.  Sebagaimana orang berbeda dengan berbagai kemampuan mereka,  mereka mempunyai tingkatan keterampilan yang berbeda yang  mereka peroleh dari hasil pelatihan.
2.   Fungsi Training
Training dalam hal ini adalah untuk tujuan mengubah kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman kedalam  pekerjaan khusus yang berhubungan dengan keterampilan. Training ini menyajikan setidaknya tiga (3) fungsi  penting untuk sebuah organisasi.
1.    Pemeliharaan. Memastikan karyawan mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan mereka, bagaimana organisasi mengharapkan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimaksudkan untuk memelihara kinerja karyawan secara keseluruhan dalam kewajiban yang terbatas untuk memenuhi tujuan.
2.    Fungsi sosialisasi, program training untuk menyampaikan kepada anggota organisasi (karyawan) tentang prioritas,  nilai dan norma dalam sebuah organisasi baik strukturnya dan materinya,  sumber daya yang dimasukkan kedalamnya, menekankan  tujuan dan prosedur, besarnya partisipasi yang mungkin, serta sikap dan keterampilan melakukan pelatihan.
3.    Fungsi Motivasi. Harapan anggota organisasi (karyawan) bahwa mereka mampu menjalankan pekerjaan dengan sukses merupakan faktor penting seberapa besar upaya mereka melakukannya dalam bekerja. Motivasi bisa meningkat jika pelayanan training juga meningkatkan ketertarikan karyawan pada pekerjaan mereka atau jika itu dilihat sebagai bantuan untuk kesempatan meningkatkan posisi di organisasi.

3.   Training sebagai Proses Belajar
Ketika metode instruksional yang canggih tersedia, yang perlu diingat adalah siapa yang sedang dilatih. Walaupun teknologi tersedia, merubah perilaku orang pada cara tertentu, seperti melatih mereka untuk pekerjaan, terdapat pada tiga (3) prinsip pembelajaran manusia. Ada tiga (3) prinsip pembelajaran, yaitu praktik, umpan balik, dan penguatan.
·         Practice
Praktik,  yaitu teknik training dengan mengaplikasikan semua tingkatan training dan untuk sebagian tugas training. Jika praktik yang sebenarnya tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan, praktik mental mungkin menjadi alternatif lainnya. Praktik mental adalah melatih tugas dalam pikiran daripada dengan membuat gerakan fisik secara berlebihan.
Tidak mungkin menyatakan seberapa banyak praktik, menjadikannya fisik atau mental, tetapi panduan yang dapat digunakan adalah:
-          Training berulang-ulang menjadi yang paling efektif untuk keterampilan, atau untuk beberapa tugas yang membutuhkan orang untuk menanamkan komitmen pada ingatan.
-          Training distribusi (menyebar dari waktu ke waktu)  menjadi lebih efektif daripada intensif,  sesi Training dalam satu waktu untuk beberapa tugas.

·         Feedback/umpan balik
Dalam artian luas, umpan balik adalah pengembalian informasi, atau diumpan balikkan tentang sebuah proses, peristiwa, ataupun perilaku yang sudah lewat. Umpan balik bisa terjadi secara otomatis dan juga instan. Tapi tidak selalu terjadi dengan cara itu. Komaki, Heinzman, & Laeson melakukan penelitian tentang  pelatihan dengan menggunakan umpan balik. Penelitian mereka menunjukkan sebuah grafik pada 4 pekerjaan yang ada pada departemen, yang menunjukkan tiga poin yaitu sebelum training (kemampuan dasar), training, dan training dengan umpan balik. Tujuan pemberian umpan balik dalam training adalah memberikan informasi tentang kemajuan dan kinerja mereka. Sifat umpan balik ditentukan oleh sifat peserta training, ketika penampilan mereka bagus, umpan balik yag positif akan membantu untuk menguatkan perilaku. Jika penampilan tidak memuaskan, umpan balik negatif memberikan informasi kepada peserta training tentang perilaku apa yang perlu disesuaikan. Untuk membantu individu membuat perubahan yang dibutuhkan secara efektif, umpan balik seharusnya mungkin menjadi spesifik. Idenya adalah untuk membantu mengembangkan pendekatan yang lebih efektif untuk mempelajari tugas-tugas.



·         Reinforcement/Penguatan
Penguatan positif telah terjadi ketika perilaku dikuatkan dengan konsekuensi, hasil positif dari perilaku memperkuat perilaku. Aspek yang penting pada banyak program training adalah apakah itu memungkinkan untuk beberapa penguatan perilaku yang diinginkan, menjadi upaya, kemajuan, atau prestasi keterampilan. Umpan balik yang positif adalah salah satu bentuk dari penguatan, pujian dan perasaan dari pencapaian adalah hadiah/reward yang kuat bagi banyak orang. Kontrak baru pada training awal kerja, peningkatan upah training yang memenuhi standar tertentu, pengakuan secara formal seperti “penghargaan peserta training terbaik dalam seminggu”, dan perubahan secara cepat pada training sering digunakan sebagai penguatan.

4.   Proses Kognitif dan Training
Lebih mengetahui tentang proses ini akan berguna untuk orang-orang yang merancang, melaksanakan, dan melakukan riset dalam training dalam organisasi. Contoh berikut diadaptasi dari diskusi oleh Howell dan Cooke (1989), yakni:
·         Proses Automatis/automatic processing
Training orang untuk bekerja termasuk pekerjaan pencampuran dari tugas-tugas yang rutin maupun tidak rutin yang  ditingkatkan oleh peserta training yang mempraktikkan  element yag rutin dari awal hingga mereka dapat melakukannya sampai mahir (Automatic).

·         Metakognisi/metacognition
Membantu peserta pelatihan untuk mengatur kemajuan masing-masing dan mengevaluasi apa yang mereka ketahui dan tidak ketahui dapat membuat pembelajaran lebih efektif.

·         Model Mental/mental models
Penelitian kognitif membuatnya jelas bahwa gambaran mental yang akurat dari materi untuk menjadi fasilitas yang dipahami dalam tugas-tugas training.

5.   Apa yang Dibutuhkan dalam Training Organisasi?
      Anggota baru organisasi harus dilatih untuk melaksanakan tugas mereka. Dalam beberapa kesempatan hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan penyegaran bagi anggota yang kinerjanya merosot. Training kembali disarankan dengan menggunakan teknologi terbaru, Seperti pada IBM atau pertukaran dalam tugas-tugas yang diberikan.
      Organisasi sebaiknya menyediakan training pengembangan anggota untuk membantu anggota meraih karier atau tujuan yang potensial.  
Ada banyak alasan untuk melakukan perubahan. Perampingan sering membuat personil yang tersisa dengan tugas pekerjaan dan tanggung jawab semakin banyak dan wajib memperoleh keterampilan baru mereka. Rekayasa ulang alat kerja dan metode perubahan dapat membuat keterampilan kerja yang diperoleh sebelumnya menjadi lebih baik.
Sebelum memulai perencanaan training ini, kita perlu mencari tahu training apa yang diperlukan dan apa saja yang ingin dicakup. Apabila training merupakan penugasan organisasi, maka perlu mendiskusikannya dengan pelaksana organisasi untuk membuat fokus dan konten training yang akan memenuhi ketentuan. Apabila merencanakan penyelenggaraan training sendiri, maka perlu menanyakan kepada para kolega dan para calon pesertanya tentang apa yang mereka inginkan. Tergantung dari jenis training yang dipertimbangkan, konsultasinya dapat beragam dari penelitian pasar yang mendalam termasuk wawancara-wawancara dan pertanyaan-pertanyaan hingga komunikasi informal pada pertemuan-pertemuan profesi. Sebelumnya mungkin sesuai untuk suatu program training utama seperti suatu kursus pembelajaran jarak jauh. Kadang-kadang kita hanya dapat menilai kebutuhan training tersebut dengan membuat program penyelenggaraan, mengiklankannya, dan melihat respon apa yang anda terima.
Ini penting untuk mengingat bahwa training tidak hanya untuk orang-orang yang tidak memiliki pengalaman atau keahlian dalam bidang training. Training juga dapat ditujukan untuk para praktisi yang perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, misalnya pada saat standar-standar atau peraturan-peraturan baru sudah diperkenalkan.
6.   Initial Job Training
Dalam Initial Job Training atau training awal pekerjaan terdapat pemikiran mengenai empat pertanyaan dasar yang harus benar-benar diperhatikan sebelum melakukan training.
Antara lain :
1. Apa saja yang harus diajarkan?
2. Dimana training tersebut harus dilakukan?
3. Metode instruksional apa yang harus dilakukan?
4. Bagaimana training tersebut dilaksanakan ?
Keempat hal tersebut adalah yang mendasari pemikiran seorang trainer untuk melakukan training.
·         Apa saja yang harus diajarkan?
Initial job training bergantung pada besarnya perbedaan antara apa yang dapat dilakukan oleh anggota (karyawan) dan apa yang akan mereka lakukan nantinya dalam dunia organisasi. Ketika perbedaannya sedikit, training bisa dibatasi untuk mengakrabkan pegawai dengan organisasi dan dengan metode tersebut, anggota/ pegawai dapat mengetahui peluang apa yang akan mereka dapatkan dan kendala apa yang akan mereka hadapai dalam dunia pekerjaan nantinya. Pembatasan training pekerjaan juga diaplikasikan jika anggota/pegawai baru adalah pegawai yang tidak tetap. Satu alasan organisasi menggunakan tempo dalam mempekerjakan pegawainya adalah salah satunya untuk mengurangi training, sehingga perbedaan apa yang dapat dilakukan oleh si pegawai dan apa yag akan dilakukan nantinya di dalam organisasi bisa relatif lebih kecil. Namun jika pekerjaan baru tersebut adalah reka ulang dari pekerjaan yang lama dan perbedaan yang terjadi cukup besar dalam perekrutan, maka kebutuhan dalam training akan lebih ekstensif.

·         Dimana pelatihan dilakukan?
Ada 3 lokasi dimana pelatihan organisasi dapat dilakukan , dimana ketiganya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, yaitu :

1.    On the Job training
On the job training adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja/transfer knowledge dari karyawan senior ke junior. Training ini langsung menerjunkan pegawai baru bekerja sesuai dengan job description/jobdesc masing-masing di bawah supervisi/pengawasan penyedia atau karyawan senior. Namun,  jika pelatih tidak menemukan waktu untuk menentukan apakah  peserta training telah memahami keterampilan tertentu atau konsep dan tidak memberikan waktu yang cukup untuk umpan balik, maka itu juga bisa membuat on the job training membuang-buang waktu.

2.    On site training
On site training adalah training dimana pegawai akan ditraining di lokasi perusahaan tetapi tidak di lokasi pekerjaan atau di jobdesc masing-masing. Organisasi memiliki kontrol lebih besar atas kualitas training karena biasanya on site training ini dilakukan oleh pelatih penuh waktu. Di samping itu kerugian dari on site training adalah biaya yang mahal pada saat melakukan training tersebut, selain itu keuntungan lain dari on site training datang dari memiliki instruktur “captive”.
3.    Off-site training
Off-site training ini adalah training yang tidak difasilitasi sebuah tempat pekerjaan. Untuk kegiatan pembangunan dalam persiapan untuk peran masa depan maka off-site mungkin terbukti lebih menguntungkan. Sebagian besar program pelatihan yang sekarang dijalankan di perusahaan karena meningkatnya tekanan pada perusahaan untuk memotong biaya, terutama yang terkait dengan perjalanan waktu dan biaya yang terkait.
·         Beberapa keuntungan dari pelatihan yang diselenggarakan off-site :
ü  Mengurangi gangguan
ü  Mengurangi potensi peserta akan berjalan di akhir karena pertemuan sebelumnya berjalan panggilan telepon akhir
ü  Mampu lebih baik untuk fokus pada “kebutuhan”

·         Kerugian dari Off-site training adalah :
Perusahaan tidak bisa mengkontrol kualitas dari pegawai yang dilatih oleh orang dari luar perusahaan tersebut, Selain itu trainer juga bisa dapat kehilangan keabsahan dari training itu sendiri.

4.    Choosing training site
Deskripsi laporan singkat dari 3 lokasi utama sebelumnya didasari pada keuntungan dan kerugian karena tidak ada aturan yang keras untuk ketiga alternatif diatas. Setiap organisasi harus mempertimbangkan situasi yang ada. Jika analisa dari kebutuhan training menunjukkan individu yang tidak berpengalaman membutuhkan sedikit training untuk pekerjaan mereka maka, on the job training adalah hal yang paling tepat bagi mereka. Beberapa faktor lain juga patut dipertimbangkan. Pemilihan lokasi training bisa ditentukan oleh beberapa faktor. Faktanya, organisasi harus mempertimbangkan konsekuensi dari kesalahan hasil selama training.
·         Metode Instruksional Apa yang Harus Dilakukan?
Tujuan dari  training awal pekerjaan adalah memberikan pegawai kemampuan dan pengetahuan yang akan mereka butuhkan untuk sukses dalam pekerjaan nantinya. Memutuskan apa saja keahlian, pengetahuan dan dimana training dilaksanakan adalah langkah pertama yang harus dilakukan, tetapi inti dari program training adalah metode instruksional, atau teknik dasar pengajaran dari situasi training tersebut. Ada banyak kemungkinan, namun yang akan direview berikut adalah hal yang paling sering digunakan dalam training kerja. Hal tersebut dibagi dalam 3 kategori, yakni :
-           Nonparticipative Instructional Methods
-          Individual Participatice instructional Methods
-          Group Participative

§  Nonparticipative Instructional Methods
NIM adalah metode dimana peran trainer adalah sebagai penerima informasi pasif. Informasi tersebut diuraikan melalui dokumen, tempat kuliah, bantuan visual, material tertulis atau kombinasi dari pilihan tersebut. Metode ini relatif murah, menyediakan standarisasi material dan dapat digunakan untuk banyak peserta training dalam satu waktu. Berlawanan dengan kuntungan Nonparticipative training methods adalah fakta bahwa ketika mereka digunakan, metode ini kekurangan 3 dari karakteristik dari training. Tidak ada praktik langsung, feedback hanya didapat dari test yang dilakukan, dan penguatan hanya dapat dillihat dari nilai bagus yang didapatkan apabila mereka diterima. Pada akhirnya, Nonparticipative training methods tepat digunakan apabila peninjauan dari rencana training dan aktivitas training dibutuhkan sebelum training yang sebenarnya benar-benar terjadi.
§  Individual Participative Instructional Methods
Ada empat (4) metode yang umum digunakan dalam Individual Participative Instructional Methods yaitu :
1.    Programmed Instruction
PI (Programmed Instruction) mulanya terkenal di dalam bentuk alat-alat yang berhubungan dengan mesin yang disebut dengan pengajaran mesin yang mempelajari stimulus dan feedback pada pelajar. PI biasanya terdiri dari mengajar dengan bantuan sebuah buku khusus atau mesin pengajaran yang menyajikan materi terstruktur dalam urutan logis dan empiris dikembangkan atau urutan. Instruksi yang diprogramkan dapat disajikan oleh trainer juga, dan telah berpendapat bahwa prinsip-prinsip instruksi yang diprogramkan dapat meningkatkan kuliah training. PI memungkinkan siswa untuk memiliki kemajuan melalui sebuah unit belajar pada tingkat mereka sendiri, mereka memeriksa jawaban sendiri dan maju hanya setelah menjawab dengan benar. Dalam salah satu bentuk yang disederhanakan dari PI, setelah setiap langkah, mereka disajikan dengan sebuah pertanyaan untuk menguji pemahaman mereka, kemudian segera menunjukkan jawaban yang benar atau diberikan informasi tambahan. Namun tujuan dari program pembelajaran adalah untuk menyajikan materi secara bertahap sangat kecil. Bentuk-bentuk yang lebih canggih dari instruksi yang diprogramkan mungkin memiliki pertanyaan atau tugas diprogram cukup baik bahwa presentasi dan uji model-ekstrapolasi dari instruksi tradisional dan klasik-belum tentu memanfaatkan.

2.    Computer-Assisted Instruction
Menggunakan Computer-Assisted Instruction (CAI) atau komputer berbasis instruksi (CBI) adalah kasus-kasus di mana instruksi disajikan melalui program komputer untuk siswa pasif, atau komputer adalah platform untuk lingkungan yang interaktif dan personal pembelajaran. Dalam definisi yang luas, komputer-dibantu instruksi dapat mengikuti jalan yang berbeda untuk tujuan yang sama. Salah satu contohnya adalah bagaimana komputer-dibantu instruks iyang digunakan dalam kaitannya dengan presentasi pengajaran lainnya. CAI dapat digunakan baik dalam isolasi, punya tanggung jawab keseluruhan untuk menyampaikan instruksi kepada siswa, atau dalam kombinasi dengan konvensional, yaitu, tatap muka, metode pengajaran. Penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi dari instruksi konvensiona ldan CAI telah paling efektif dalam meningkatkan nilai prestasi siswa. CAI adalah adalah teknik instruksional interaktif dimana komputer digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran dan memantau pembelajaran yang berlangsung.
      Menurut Bright (1983: 144-152), bila dibanding dengan pendekatan pengajaran tradisional, CAI sangat efektif dan efisien. Peserta training akan belajar lebih cepat, menguasai materi pelajaran lebih banyak dan mengingat lebih banyak dari apa yang sudah dipelajari. Dalam studi meta analisisnya terhadap hasil-hasil penelitian tentang efektifitas CAI selama 25 tahun, Kulik dkk.(1980: 525-544) menyimpulkan bahwa:
a)    Peserta belajar lebih banyak materi dari komputer (melalui CAI)
b)   Peserta mengingat apa yang telah dipelajari melalui CAI lebih lama
c)    Peserta membutuhkan waktu lebih sedikit
d)    Peserta lebih betah di kelas
e)    Peserta memiliki sikap lebih positif terhadap komputer

Richard Clark (1983: 445-549) mengkritik bahwa program pengajaran seperti CAI bisa saja efektif tetapi dengan hanya menempatkan materi pelajaran kedalam komputer secara asal, tidaklah akan meningkatkan efektivitas pengajaran. Untuk memperoleh efektifitas yang tinggi, pengembangan suatu CAI perlu perencanaan yang matang. CAI yang dibuat secara asal jadi tidak akan meningkatkan efektivitas belajar bagi pemakainya. Jadi suatu CAI bisa saja menjadi alat bantu pengajaran yang sangat baik tetapi bisa juga sebaliknya. Oleh karena itu, Simonson dan Thompson (1994:53) menyarankan agar pembuatan CAI harus direncanakan dengan baik dan usaha penelitian saat ini sebaiknya difokuskan pada pemakaian CAI untuk situasi khusus dan untuk mata pelajaran khusus pula.

3.    Simulation Training
Simulation training adalah media maya di mana berbagai jenis keterampilan dapat diperoleh. Simulation training dapat digunakan dalam berbagai macam genre. Namun yang paling sering digunakan dalam situasi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran bisnis dan manajemen keterampilan. Mereka juga sering terjadi pada lingkungan akademik sebagai bagian terintegrasi dari program studi bisnis atau manajemen. Simulation training menyiratkan tiruan dari proses kehidupan nyata, biasanya melalui sebuah komputer atau perangkat teknologi lainnya, dalam rangka memberikan pengalaman hidup. Hal ini telah terbukti menjadi metode yang sangat handal dan sukses training dalam ribuan industri di seluruh dunia. Mereka dapat digunakan baik untuk memungkinkan spesialisasi di daerah tertentu, dan untuk mendidik individu dalam kerja sektor secara keseluruhan, membuat simulasi pelatihan sangat serbaguna. Adalah penting untuk menekankan bahwa simulation training tidak hanya games,  tujuan mereka adalah untuk mendidik dan menginformasikan dengan cara yang menarik dan mengesankan, bukan semata-mata untuk menghibur. Simulasi menawarkan kemampuan peserta didik untuk belajar dalam lingkungan yang realistis di mana mereka dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan tanpa takut implikasi pada dunia nyata.
4.    Job Rotation
Job Rotation adalah teknik manajemen yang memberikan peserta training untuk berbagai pekerjaan dan departemen selama beberapa tahun. Survei menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perusahaan yang menggunakan rotasi pekerjaan untuk melatih karyawan.
Ada dampak positif dan negatif yang terlibat dengan rotasi pekerjaan yang perlu dipertimbangkan ketika perusahaan membuat keputusan untuk menggunakan  teknik ini. Rotasi pekerjaan juga merupakan kontrol untuk mendeteksi kesalahan dan penipuan. Ini mengurangi risiko kolusi antara individu. Organisasi berhadapan dengan informasi sensitif atau sistem (misalnya bank) di mana ada kesempatan untuk keuntungan pribadi bisa mendapatkan keuntungan dengan rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan juga membantu dalam kelangsungan bisnis seperti beberapa orang yang sama-sama dilengkapi untuk melakukan fungsi pekerjaan. Jika seorang karyawan tidak tersedia lainnya dapat menangani posisinya dengan efisiensi yang sama.
§  Group Participative Instructional Methods
Keunikan dari Group Participative Instructional Methods adalah peserta training berinteraksi satu dan lainnya dari alat-alat ataupun trainer. Hal ini mempertimbangkan peningkatan training, tetapi juga memasukkan unsur keragu-raguan ke dalam training tersebut. Setiap kelompok peserta training berbeda dengan kelompok lainnya, sehingga apa yang terjadi tidak dapat diprediksi. Agar lebih efektif trainer harus dapat memahami dinamika kelompok sebaik metode yang diberikan.
·         Teknik Diskusi
Beberapa teknik instruktusional sekitar kelompok mendiskusikan beberapa subjek, seperti analisisis studi kasus. Peserta training diberi fakta dari masalah organisasi dan mereka bekerja sesuai issue dan juga bersamaan dengan pertanyaan. Masalah bisa saja benar-benar terjadi dalam suatu kelompok tersebut atau dikembangkan sesuai dengan keperluan training tersebut. Hal yang didiskusikan jauh lebih penting dibanding potensial pemikiran dan diskusi untuk membuat poin dasar. Peserta training tidak hanya  belajar untuk mempertimbangkan fakta dari situasi yang diberikan, tetapi juga mengidentifikasi informasi penting yang hilang. Selain itu, perbedaan opini dan perbedaan penyelesaian masalah dari berbagai macam kelompok memperluas pandangan dan mengajarkan pelajaran penting.

·         Role playing And Behaviour Modelling
Role playing awalnya dikembangkan guna psikoterapi oleh J.B moreno. Teknik ini dinamai psikodrama oleh Moreno, diaplikasikan kedalam dunia bisnis pertama kali pada Macy’s department store di New York tahun 1930-an. Dalam role playing ini orang-orang dibuat seolah-olah berada dalam dunia kerja yang sebenarnya. Role playing adalah salah satu cara untuk membuat training menyelesaikan suatu masalah dan kemampuan interpersonal lebih nyata.
Ada 4 langkah utuk mengaplikasikan teori ini dalam training pekerjaan yang dideskripsikan L Moses.
1.    Modelling (menirukan), yaitu peserta memperhatikan aktor dalam video atau langsung menangani masalah atau berkomunikasi dengan cara yang diinginkan dan efektif. Perilaku kunci untuk keberhasilan metode ini adalah berhasil disoroti .
2.    Rehearsal, yaitu peserta mempraktikkan perilaku seperti model.
3.    Feedback, yaitu pelatih dan peserta menyediakan feedback pada latihan perilaku , penguat yang diberikan oleh anggota kelompok lain adalah hal yang penting dalam tahap ini.
4.    Transfer of Training. Peserta training dikuatkan dan ditindak lanjuti dalam tempat kerja dan peserta diharapkan untuk menerapkannya secara benar.

·         Videoconfrence Training

Salah satu dari metode instruksional yang baru adalah videoconfrence training. Komunikasi dua arah yang dikembangkan untuk memfasilitasi pertemuan bisnis antara dua (2) orang yang berbeda lokasi, videoconfrence menyatukan dua (2) orang melalui line telepon, komputer, video kamera dalam waktu interaksi.
Perbedaan di antara ketiga metode training dasar ini yang berhubungan dengan kesempatan yang ditawarkan untuk berlatih , umpan balik, dan dorongan untuk berperilaku sesuai yang diinginkan. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan dalam bidang kemampuan. Kemampuan ini dapat diubah secara besar-besaran dengan cara penerapan sebuah metode dan dengan keterampilan seorang trainer. Perbedaan yang paling besar diantara potensi dan aktualitas dalam hubungannya dengan efektivitas training mungkin terjadi dalam metode partisipasi kelompok. Namun dalam  analisis terakhir interaksi antara calon karyawan dan situasi training lah yang akan menentukan keberhasilan training seseorang. Ada orang yang belajar dari segala macam program namun ada juga yang tidak.
7.   Bagaimana Mengevaluasi Keberhasilan Training ?
Training kerja menjadi usaha yang mahal. Karena peralatan, materi, ongkos pelatih, upah calon karyawan yang belum produktif, penanaman modal yang hilang bila karyawan mengundurkan diri tidak lama selesai menjalani training. Dengan adanya hal-hal tersebut, cara tertentu untuk mengevaluasi efektivitas training harus menjadi bagian dari setiap program. Evaluasi ini dapat dibuat berdasarkan kriteria dalam atau kriteria luar.
Kriteria dalam untuk mengevaluasi training adalah keefektivitasan training yang dibuat selama periode training. Contohnya tes formal pengetahuan calon karyawan dan keterampilan, dan dinilai oleh trainer mengenai perkembangan peserta latihan dan kinerja. Kriteria luar untuk mengevaluasi training merupakan pengukuran sejauh mana prosedur training kerja menghasilkan perilaku kerja yang diinginkan. Keefektifan training dapat dilihat dari sejauh mana training beralih menjadi pekerjaan yang merupakan pengukuran kriteria luar.
8.   Evaluasi Calon Karyawan tentang Training
Evaluasi peserta tentang training biasanya dibuat berdasarkan kuisioner. Kuisioner ini berisi mengenai pendapat mereka tentang kualitas dan keefektifan prosedur training, materi, dan metode, perasaan puas atau tidak puas mereka dengan pengalaman training, dan peringkat mereka sejauh mana mereka mendapat pengetahuan atau keterampilan melalui training.
Di dalam organisasi, pendapat dan perasaan peserta mengenai training biasanya dinilai dengan cara yang bersifat memberikan satu kali daftar pertanyaan pada kesimpulan training. Penilaian terhadap diri sendiri juga dapat dilakukan. Singkatnya, peserta training dapat diberikan kuisioner yang sama tentang tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan, yang diberikan dua kali yaitu sebelum dan sesudah training.
9.   Evaluasi Organisasi tentang Training                                           
Sebagian besar metode training diakui efektif di dalam keadaan yang tepat, tetapi orang di dalam organisasi ingin mengetahui apakah training tersebut mencapai tujuan dari keadaan tersebut, apakah keuntungan dari training tersebut lebih besar daripada pengeluaran. Jawabannya adalah bergantung kepada prestasi kerja dari orang yang dilatih dapat meningkatkan produktivitas organisasi. Sejumlah faktor mempengaruhi transfer training untuk pekerjaan, oleh karena itu, sangat mungkin untuk dilakukan pemeriksaan keterampilan dan pengetahuan calon karyawan dengan cara kriteria dalam/internal yaitu tes atau evaluasi trainer.
10.                  Apakah Training Jauh Lebih Efektif daripada Tanpa Training ?
Jika training kerja cukup baik diterapkan dalam organisasi, maka karyawan baru yang telah mengikuti training harus lebih menonjol dalam hal tertentu daripada yang tidak mengikuti training. Karyawan yang telah mengikuti training formal harus menunjukkan satu atau lebih hal-hal berikut ini, daripada karyawan yang tidak ikut training:
·         Membuat sedikit kesalahan dalam bekerja
·         Lebih sedikit mengalami kecelakaan kerja
·         Harus melaksanakan pekerjaan dalam kualitas yang tinggi
·         Mereka bertahan lebih lama dalam perusahaan/organisasi
·         Harus lebih cepat produktif
Korporasi penjualan pelatih untuk R.R. Donnelley & Sons, dengan bantuan dari perusahaan konsultan psikologis, diikuti strategi dasar ilmiah mencari tahu jika training lebih efektif dari pada tanpa training. Strategi ini merupakan percobaan lapangan (atau studi lapangan) di mana beberapa aspek perilaku kerja karyawan yang memiliki training  formal dibandingkan dengan perilaku kerja karyawan yang tidak memiliki training. Pada Donnelly, dasar perbandingannya adalah jumlah berapa banyak bisnis yang didapatkan oleh para penjual. Singkatnya, mungkin peneliti melihat jumlah panggilan, volume penjualan, atau evaluasi oleh manajer atau pelanggan.

Tujuan dalam melakukan penyelidikan ini adalah untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor bukan training sebagai timbulnya perbedaan antara orang yang dilatih dan tidak dilatih. Mereka yang dipilih untuk penyelidikan ini diberikan tugas secara acak dalam kelompok yang memperoleh training  (eksperimen) dan yang tidak diberi training (kontrol). Kelompok kontrol harus memiliki pengalaman yang dimiliki oleh kelompok eksperimen, kecuali training. Mereka harus menerima orientasi yang sama ke perusahaan dan diberikan test terlebih dahulu tentang pengetahuan kerja dan keterampilan untuk mewujudkan baris dasar guna mengetahui perubahan.

sumber: Jewell, J.N  (1998). Contemporary Industrial/Organizational Psychology. California: McgrawHill.