Ada banyak apresiasi iman, ibadah, dan cinta. Mungkin seseorang beribadah dengan penghayatan ibadah sebagai pedagang, ia berkiblat kepada keuntungan. Ada penghayatan ibadah sebagai jalan pembebasan. Ada pengabdian yang semata-mata berangkat karena ingin mencintai, memberi, menikmati pengabdian yang hakiki dalam wujud ketundukan dan pengorbanan.
Demikian tingkat-tingkat kematangan manusia dalam kejujuran dan kematangan pribadi mereka. Ada orang yang begitu sabar menahan derita hidup. Ada begitu tahan menerima derita da’wah. Dan ada yang begitu bersyukur dan bahkan menikmati derita sebagai karunia. Semuanya indah, terutama pada sang totalis(Shahibut tajrid) yang tak menyadari derita, karena yang ada hanyalah Dia. Banyak orang mengenal kejujuran yang belum beranjak dari kejujuran mulut, belum lagi hati, apa lagi hati yang paling dalam.
Kejujuran cinta terhadap tanah air dan bangsa akan mengambil bentuk ghirah dan gairah yang hanya keselamatan dan kemajuannya. Tidak ada cinta tanpa cemburu (ghirah) sebagaimana tak ada kemuliaan tanpa pengorbanan. Allah menjadikan rezeki paling mulia datang dari amal yang paling mulia (akramul arzaq ta’ti min akraminal a’maal). Betapa indah seseorang yang menyerahkan nyawanya kepada Allah untuk tegakknya kalimatullah.