HASIL DISKUSI MENGENAI KEKERASAN SEKSUAL
PADA ANAK YANG DIFASILITASI OLEH KELOMPOK DISKUSI
KELOMPOK :
MUTHIA AUDINA 12-029
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia terus
memperihatinkan, setelah terungkapnya sejumlah kasus di berbagai tempat,
termasuk terakhir kasus pedofilia dengan jumlah korban mencapai ratusan anak. Sebelumnya,
kasus lain yang menyedot perhatian publik terjadi di Jakarta International School
(JIS), dimana pelakunya adalah petugas kebersihan di lingkungan sekolah. Menurut
Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA),
jumlah kasus kekerasan seksual pada anak meningkat dari tahun ke tahun. Jika
pada tahun 2012 jumlahnya 124 kasus, tahun lalu mencapai 1.937 kasus. “Untuk
tahun ini sudah mencapai 200 kasus dengan jumlah korban hampir hampir 300 anak,
kami menetapkan status darurat perlindungan anak serta menganggap masalah ini
sebagai bencana nasional”.
Parahnya, kasus di Indonesia mayoritas terjadi di lingkungan
yang seharusnya nyaman bagi anak, yaitu di sekolah dan lingkungan sekitar
rumah. “Pelakunya juga orang-orang dekat. Padahal mereka yang
seharusnya memberi perlindungan. Ini sudah keterlaluan”. Ia
menegaskan, meningkatnya jumlah kasus terjadi karena lemahnya perlindungan
hukum bagi anak, terutama terkait rendahnya hukuman bagi pelaku, dimana saat
ini berdasarkan UU Perlindungan Anak, hukuman hanya berkisar antara 3-5 tahun. “Ini
membuat Indonesia menjadi salah satu surga para pedofil. Harusnya hukuman
minimal 20 tahun”, katanya.
Seto Mulyadi, psikolog anak mengatakan, anak-anak korban
kekerasan seksual harus mendapat perhatian serius baik dari keluarga maupun
dari pemerintah, tidak saja untuk memulihkan kondisi traumatik tetapi juga agar
mereka tidak berubah menjadi pelaku di kemudian hari. “Potensi
pedofilia muncul pada korban itu bisa terjadi selama korban tidak mendapatkan
penanganan yang tepat,” katanya.
Karena itu,
penting bagi pihak keluarga untuk memperhatikan secara seksama nasib korban
pedofilia secepatnya. “Anak-anak harus mendapatlan diagnosis psikologis atau
terapi professional”. Ia menambahkan, sejumlah kejadian ini
harus membuat semua pihak memikirkan pendidikan seks usia dini pada anak.
“Usia idela adalah 2,5 tahun, dimana anak-anak mulai memegang organ intimnya.
Jadi, orang tua dapat memperkenalkan tentang kesehatan reproduksi pada usia
tersebut,” ujarnya.
Anak-anak, perlu
dilatih soal bagaimana menjaga kesehatan organ intim serta mengajarkan mereka
untuk menjaga keamanan organ intim, misalnya menolak apabila orang lain ingin
memegang. “Mereka harus jadi garda terdepan untuk melindungi diri
mereka sendiri. Anak juga perlu diajarkan berteriak dan melapor kepada orang
tua, apabila ada yang ingin meraba organ intimnya. Hal ini akan dilakukan anak
hingga mereka dewasa,” .
Sumber : http://indonesia.ucanews.com/2014/05/08/kasus-pelecehan-seksual-terhadap-anak-makin-mengkhawatirkan/
Berdasarkan fakta dan penjelasan di atas kita sudah pasti merinding mendengar hal seperti itu terjadi di kalangan anak-anak yang seharusnya mereka mendapatkan kasih sayang dari lingkungan sekitarnya, bukannya mendapatkan luka psikologis yang akan terus membekas di dalam dirinya. Maka kelompok kami mencoba membahas hal ini kembali dengan berdiskusi kepada temen-teman sekalian, kami memiliki tujuan dalam diskusi ini yaitu, bagaimana cara untuk menyadarkan orang sekitar untuk sadar akan masalah yang ada, dan mencari solusi yang tepat untuk pencegahan kekerasan seksual pada anak. Karena faktanya orang tua, dan lingkungan sekitar kurang menyadari yang namanya pendidikan seksual dini kepada anak. Mereka menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan oleh anak yang belum cukup umur.
Oleh karena itu, kami kelompok diskusi ingin sekali memberikan sedikit solusi yang mudah-mudahan akan membawa kebaikan dan pengurangan terhadap kekerasan seksual pada anak-anak. Dari hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan pada tanggal 8 Mei 2014, para peserta memberikan beberapa solusi, yaitu:
·
Pentingnya
pendidikan seksual sejak dini terutama dari orang tua
·
Hukum
yang perlu ditegakkan
·
Keluarga
dan pihak sekolah dapat bekerja sama dalam kesejahteraan anak-anak
·
Lingkungan
(letak WC ataupun kelas tidak saling berjauhan jaraknya, atau tempat yang
terlalu sepi) untuk menghindari anak-anak pergi sendirian ke tempat yang sepi
·
Selektif dalam memilih karyawan yang bekerja di area sekolah
Itulah beberapa pendapat yang diajukan peserta saat
diskusi berlangsung. Jadi memang semua pihak harus ikut memperhatikan
kesejahteraan anak, baik pihak sekolah, pihak pemerintah, orang tua, dan
lingkungan harus saling ikut serta. Tidak bisa hanya orang tua saja, ataupun pihak
sekolah saja. Nah, untuk itu ayo kita jaga penerus bangsa, dengan cara luangkan
waktu untuk berkomunikasi pada anak. Tanyakan apa saja kegiatan yang
dilakukannya di luar saat anak tidak bersama orang tuanya, jika tingkah anak
mulai berbeda ajaklah anak untuk mau bercerita apa yang terjadi pada dirinya.
Kalau bukan orang tua siapa lagi yang dipercaya anak.
Demikianlah
hasil diskusi yang telah kelompok buat, kiranya dapat bermanfaat dan memberi insight untuk membuat kerja-kerja nyata
untuk mengurangi kekerasan yang terjadi pada anak. Terima Kasih.
Berikut adalah hasil dari diskusinya......