*Tetap tersenyum
Ada beberapa huruf yang jika digabungi akan membentuk makna
yang sangat dalam, makna yang kadang membuat kita untuk berpikir, makna yang
menjadikan kita bangga akan diri sendiri, makna yang selalu menguatkan kita
dalam hal apapun, makna yang memberanikan kita untuk berteriak “yaaaaa ini
akuuuu”, makna yang mengajari kita untuk menyebarkan cinta, makna “karena
mereka aku ada, atas izin Allah”, dan
banyak sejuta makna lagi yang ada di dalam tubuhnya.
Dan beberapa huruf itu adalah... Kamu tahu apa? Mereka tersusun dari delapan
huruf, yang perannya dalam kehidupan sangat penting, huruf yang delapan itu
ibarat sebuah pondasi dalam pembangunan. Hal yang paling penting dalam
membangun rumah, gedung, kantor, atau apapun itu adalah pondasinya. Seberapa
lama suatu bangunan bertahan untuk berdiri di dunia, kita bisa mengestimasinya
dari seberapa kuat pondasi bertahan. Mereka itu, delapan huruf yang tidak akan
pernah dapat tergantikan dengan apapun itu, yang tak bisa dicangkok-cangkok
dengan delapan huruf lainnya.
Delapan huruf itu adalah KELUARGA. Suatu hal, yang sering
kadang membuat kita marah, tetapi, lebih sering sekali menciptakan sebuah
senyuman di wajah kita, yang membuat bibir ini tersungging kalau pikiran ini
terlintas pada mereka. Yang juga sering menangis sembunyi-sembunyi kalau
penyakit rindu menghampiri saat jarak memisahkan, yang hati ini sangat
sensitive kalau lagi ada pembicaraan atau topik-topik dalam suatu forum tentang
mereka, yang selalu menjadi pertanyaan awal saat sampai di rumah, “mamak
mana?”, walaupun sangat jarang ditanya, “ayah mana?”, tetapi kalau lagi butuh
alat tukar-menukar, pasti yang dicari adalah ayah. Mereka itu nomor satu dalam
hidup, pengisi terbanyak dalam relung hati. Wanita tercantik di dunia akhirat
dan pria tertampan di dunia akhirat (InsyaAllah).
Wanita yang selalu kuat dalam memanage masalah, apapun itu.
Yang akan selalu menyimpan air matanya jika sakit yang dirasanya masih bisa
tertahankan, yang mempertaruhkan nyawanya untuk seorang manusia, yang dengan
setianya membawa-bawa, kesana-kemari kandungannya selama sembilan bulan. Yang
selalu memberikan formula terbaik untuk anak-anaknya. Yang masih bisa
memberikan senyuman termanis saat dia telah melewati operasi sekalipun untuk
kelahiran anaknya. Yang mempunyai seratus juta cara dalam mendiamkan tangisnya
anak-anak. Wanita yang rela melakukan sesuatu demi melihat kesuksesan
anak-anaknya. Yang jasa-jasanya tak akan bisa kita listkan satu persatu dalam
tumpukan lembaran kertas.
Ada
saat dimana hati ini selalu bergetar, mata ini selalu panas dan tiba-tiba
berair kalau mengingat even-even terindah saat bersamanya, wanita itu.
Sebenarnya kejadian itu adalah duka buat keluarga kami, tetapi di hati ini,
even itu tersimpan dalam bingkai
terindah saat bersamanya. Saat keluarga kami benar-benar diuji keimanannya oleh
Sang Pencipta. Entah kenapa, ketika itu kakak berbohong kepada wanita itu, saya
juga. Padahal yang harus tahu pertama kali adalah dia, dia adalah ibunya,
berhak tahu apapun yang terjadi pada anak-anaknya.
Ketika itu saya masih bersekolah setingkat SMA, di kota kelahiran. Ibu,
saya, dan adik-adik saya yang selalu meramai-ramaikan rumah saat itu. Dua kakak
sedang berjuang meraih kesuksesan di kota
metropolitan nomor empat di Indonesia, kebetulan mereka bertempat tinggal di
rumah nenek. Nyaris kami benr-benar dibohongi satu harian oleh mereka. Kejadian
itu bertepatan pada saat marah ini sedang memuncak pada ibu (paginya). Masih
kuat memori ini untuk membuka lagi potret-potret kejadian itu.
19 Maret 2012, tepatnya senin subuh, kejadian yang jika
ditanya kepada semua orang pasti menolak untuk tidak menghampiri, namun apalah
daya, semua sudah di sett oleh Allah, karena sebenarnya kita tak akan pernah
belajar dari sesuatu yang sifatnya senang-senang. Cobaan itu adalah hal yang
paling tidak mengenakkan dalam kehidupan ini, tetapi di dalam semua itu ada
pelajaran-pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang pandai melihat
cahaya dalam kegelapan. Cobaan itu sangat mengguncang kami, subuh itu ketika
kakak yang pertama sedang memasak air di rumah nenek, entah apa yang membuatnya
lupa bahwa kompor tersebut sudah tak ada lagi minyak (kosong), padahal ibu
(adik perempuannya ayah) sudah memberi tahu hal itu. Begitulah takdir Allah,
siapapun tak akan bisa menolaknya. Ketika kompor dihidupkan belum ada bereaksi
apa-apa, selang menit berganti, saat panci air diangkat ke atas kompor,
jeduarrrr, nyala api besar memerah di dapur. Kakak jadi orang paling bodoh
sedunia ketika itu, sanggup lagi dia berlari ke kamar untuk meyebarkan
informasi bahwa dia terkena api besar, kepanikan yang terlalu besar. Padahal,
kalau bisa disetting-setting kejadiannya supaya luka bakarnya tidak parah,
kakak bisa saja langsung berlari ke kamar mandi yang berjarak 1 m dari dari
dapur untuk memadamkan api dari tubuhnya. Tetapi sayang sekali, sekali lagi
kita memang tak bisa bekuasa kuat untuk mengatur semua itu.
Kejadiannya subuh, dan kami yang berada di rumah, kota kelahiran, baru
diberitahu sekitar pukul 20.00 WIB. Mungkin supaya ibu (mamak) tidak begitu
panik, khawatir, takut. Apa?? hal hasil??? ibu mana coba akan menghasilkan
reaksi biasa saja saat mendengar anaknya ditimpah begitu. Di situ ibu
benar-benar tak menyembunyikan tangisnya dari saya, dia benar-benar menangis,
menangis yang sesungguhnya. Saat itu saya mendapatkan moment terindah dalam
hidup, yang tak akan tergantikan oleh cerita-cerita yang lain, apapun itu. Saya
melihat air matanya. Dengan sendirinya air mata ini pun ikut terjatuh dalam
pelukannya. “Keimanan kita sedang diuji mak, tak baek berprasangka buruk pada Sang
Pencipta. Cobaan adalah rahmat, rahmat yang tak disukai rasanya oleh manusia,
karna sesungguhnya bersama kesulitan datang kemudahan. Semua itu sebenarnya
adalah proses jalan menuju kekuatan diri. Calm down mamakku sayang, don’t
crying”
Pria yang sampai sekarang tak ada menandingi betapa luar
biasanya dia di hatiku, sangat bercahayanya dia dimataku, sangat gagahnya dia
jika berada di hadapanku, pria yang cintanya benar-benar sejati kepadaku, pria
yang kadang-kadang tak bisa sama sekali menunjukkan sayangnya terhadapku, yang
sangat besar tanggungjawabnya untuk menjagaku, yang melakukan segala cara untuk
melihat kesuksesan-kesuksesan itu, yang selalu mencari anak-anaknya jika dia
sampai di rumah, yang selalu dengan gemas mencium pipi keningku.
Pria itu tetap di sini, tetap hidup di hati ini, di sini,
dekat denganku, walau hanya 8 tahun bisa membalas ciuman yang selalu melesat di
wajahku. Pria itu tetap dekat, selalu ada selama-lamanya bersemi di hatiku.
Tetap menjadi pria numero uno di dalam relung hati.
Pria itu adalah ayahku. Satu-satunya yang akan menjadi ayah
selama-lamanya dalam hidup. Semua yang dilakukannya biasa-biasa saja, tak
banyak waktu yang diberikan padanya, namun sangat luar biasa menurutku dan
tetap kekal di hati ini. Yang hanya terbayang dari dia adalah ciumannya yang
sering melekat lamat-lamat dipipi, yang sampai sekarang aku masih merindukan
ciuman sayang darinya, yang selalu intens dilakukannya.
Seseorang tidak akan mampu mengeluarkan apa-apa di dalam
tulisannya, apabila apa-apa yang ingin dikeluarkan itu tak pernah dialaminya
secara konkret, karena mungkin kita tak pernah menjadi sesuatu tanpa kita
pernah mengalami (kenyataan)-nya.
“Salam rindu selalu
buat ayah, tetap tersenyum di sana
yaa yah. Salam kangen buat mamak, tetap kuat yaa mak”. Jarak tak akan mengubah segalanya, tidak akan
mengubah rasa dari Allah ini.
Kau begitu berarti, sungguh sangat berarti, kesempurnaan cinta
yang kau beri. Aku menyayangimu dalam senyum dan tangisku dan aku mencintaimu
dalam hidup dan matiku
0 comments:
Posting Komentar