Selasa, 30 April 2013 By: Muthia Audina

CAHAYAKU :)




*Tetap tersenyum
Ada beberapa huruf yang jika digabungi akan membentuk makna yang sangat dalam, makna yang kadang membuat kita untuk berpikir, makna yang menjadikan kita bangga akan diri sendiri, makna yang selalu menguatkan kita dalam hal apapun, makna yang memberanikan kita untuk berteriak “yaaaaa ini akuuuu”, makna yang mengajari kita untuk menyebarkan cinta, makna “karena mereka aku ada, atas izin Allah”,  dan banyak sejuta makna lagi yang ada di dalam tubuhnya.
Dan beberapa huruf itu adalah...  Kamu tahu apa? Mereka tersusun dari delapan huruf, yang perannya dalam kehidupan sangat penting, huruf yang delapan itu ibarat sebuah pondasi dalam pembangunan. Hal yang paling penting dalam membangun rumah, gedung, kantor, atau apapun itu adalah pondasinya. Seberapa lama suatu bangunan bertahan untuk berdiri di dunia, kita bisa mengestimasinya dari seberapa kuat pondasi bertahan. Mereka itu, delapan huruf yang tidak akan pernah dapat tergantikan dengan apapun itu, yang tak bisa dicangkok-cangkok dengan delapan huruf lainnya.
Delapan huruf itu adalah KELUARGA. Suatu hal, yang sering kadang membuat kita marah, tetapi, lebih sering sekali menciptakan sebuah senyuman di wajah kita, yang membuat bibir ini tersungging kalau pikiran ini terlintas pada mereka. Yang juga sering menangis sembunyi-sembunyi kalau penyakit rindu menghampiri saat jarak memisahkan, yang hati ini sangat sensitive kalau lagi ada pembicaraan atau topik-topik dalam suatu forum tentang mereka, yang selalu menjadi pertanyaan awal saat sampai di rumah, “mamak mana?”, walaupun sangat jarang ditanya, “ayah mana?”, tetapi kalau lagi butuh alat tukar-menukar, pasti yang dicari adalah ayah. Mereka itu nomor satu dalam hidup, pengisi terbanyak dalam relung hati. Wanita tercantik di dunia akhirat dan pria tertampan di dunia akhirat (InsyaAllah).
Wanita yang selalu kuat dalam memanage masalah, apapun itu. Yang akan selalu menyimpan air matanya jika sakit yang dirasanya masih bisa tertahankan, yang mempertaruhkan nyawanya untuk seorang manusia, yang dengan setianya membawa-bawa, kesana-kemari kandungannya selama sembilan bulan. Yang selalu memberikan formula terbaik untuk anak-anaknya. Yang masih bisa memberikan senyuman termanis saat dia telah melewati operasi sekalipun untuk kelahiran anaknya. Yang mempunyai seratus juta cara dalam mendiamkan tangisnya anak-anak. Wanita yang rela melakukan sesuatu demi melihat kesuksesan anak-anaknya. Yang jasa-jasanya tak akan bisa kita listkan satu persatu dalam tumpukan lembaran kertas.
Ada saat dimana hati ini selalu bergetar, mata ini selalu panas dan tiba-tiba berair kalau mengingat even-even terindah saat bersamanya, wanita itu. Sebenarnya kejadian itu adalah duka buat keluarga kami, tetapi di hati ini, even itu  tersimpan dalam bingkai terindah saat bersamanya. Saat keluarga kami benar-benar diuji keimanannya oleh Sang Pencipta. Entah kenapa, ketika itu kakak berbohong kepada wanita itu, saya juga. Padahal yang harus tahu pertama kali adalah dia, dia adalah ibunya, berhak tahu apapun yang terjadi pada anak-anaknya.
Ketika itu saya masih bersekolah setingkat SMA, di kota kelahiran. Ibu, saya, dan adik-adik saya yang selalu meramai-ramaikan rumah saat itu. Dua kakak sedang berjuang meraih kesuksesan di kota metropolitan nomor empat di Indonesia, kebetulan mereka bertempat tinggal di rumah nenek. Nyaris kami benr-benar dibohongi satu harian oleh mereka. Kejadian itu bertepatan pada saat marah ini sedang memuncak pada ibu (paginya). Masih kuat memori ini untuk membuka lagi potret-potret kejadian itu.
19 Maret 2012, tepatnya senin subuh, kejadian yang jika ditanya kepada semua orang pasti menolak untuk tidak menghampiri, namun apalah daya, semua sudah di sett oleh Allah, karena sebenarnya kita tak akan pernah belajar dari sesuatu yang sifatnya senang-senang. Cobaan itu adalah hal yang paling tidak mengenakkan dalam kehidupan ini, tetapi di dalam semua itu ada pelajaran-pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang pandai melihat cahaya dalam kegelapan. Cobaan itu sangat mengguncang kami, subuh itu ketika kakak yang pertama sedang memasak air di rumah nenek, entah apa yang membuatnya lupa bahwa kompor tersebut sudah tak ada lagi minyak (kosong), padahal ibu (adik perempuannya ayah) sudah memberi tahu hal itu. Begitulah takdir Allah, siapapun tak akan bisa menolaknya. Ketika kompor dihidupkan belum ada bereaksi apa-apa, selang menit berganti, saat panci air diangkat ke atas kompor, jeduarrrr, nyala api besar memerah di dapur. Kakak jadi orang paling bodoh sedunia ketika itu, sanggup lagi dia berlari ke kamar untuk meyebarkan informasi bahwa dia terkena api besar, kepanikan yang terlalu besar. Padahal, kalau bisa disetting-setting kejadiannya supaya luka bakarnya tidak parah, kakak bisa saja langsung berlari ke kamar mandi yang berjarak 1 m dari dari dapur untuk memadamkan api dari tubuhnya. Tetapi sayang sekali, sekali lagi kita memang tak bisa bekuasa kuat untuk mengatur semua itu.
Kejadiannya subuh, dan kami yang berada di rumah, kota kelahiran, baru diberitahu sekitar pukul 20.00 WIB. Mungkin supaya ibu (mamak) tidak begitu panik, khawatir, takut. Apa?? hal hasil??? ibu mana coba akan menghasilkan reaksi biasa saja saat mendengar anaknya ditimpah begitu. Di situ ibu benar-benar tak menyembunyikan tangisnya dari saya, dia benar-benar menangis, menangis yang sesungguhnya. Saat itu saya mendapatkan moment terindah dalam hidup, yang tak akan tergantikan oleh cerita-cerita yang lain, apapun itu. Saya melihat air matanya. Dengan sendirinya air mata ini pun ikut terjatuh dalam pelukannya. “Keimanan kita sedang diuji mak, tak baek berprasangka buruk pada Sang Pencipta. Cobaan adalah rahmat, rahmat yang tak disukai rasanya oleh manusia, karna sesungguhnya bersama kesulitan datang kemudahan. Semua itu sebenarnya adalah proses jalan menuju kekuatan diri. Calm down mamakku sayang, don’t crying”
Pria yang sampai sekarang tak ada menandingi betapa luar biasanya dia di hatiku, sangat bercahayanya dia dimataku, sangat gagahnya dia jika berada di hadapanku, pria yang cintanya benar-benar sejati kepadaku, pria yang kadang-kadang tak bisa sama sekali menunjukkan sayangnya terhadapku, yang sangat besar tanggungjawabnya untuk menjagaku, yang melakukan segala cara untuk melihat kesuksesan-kesuksesan itu, yang selalu mencari anak-anaknya jika dia sampai di rumah, yang selalu dengan gemas mencium pipi keningku.
Pria itu tetap di sini, tetap hidup di hati ini, di sini, dekat denganku, walau hanya 8 tahun bisa membalas ciuman yang selalu melesat di wajahku. Pria itu tetap dekat, selalu ada selama-lamanya bersemi di hatiku. Tetap menjadi pria numero uno di dalam relung hati.
Pria itu adalah ayahku. Satu-satunya yang akan menjadi ayah selama-lamanya dalam hidup. Semua yang dilakukannya biasa-biasa saja, tak banyak waktu yang diberikan padanya, namun sangat luar biasa menurutku dan tetap kekal di hati ini. Yang hanya terbayang dari dia adalah ciumannya yang sering melekat lamat-lamat dipipi, yang sampai sekarang aku masih merindukan ciuman sayang darinya, yang selalu intens dilakukannya.
Seseorang tidak akan mampu mengeluarkan apa-apa di dalam tulisannya, apabila apa-apa yang ingin dikeluarkan itu tak pernah dialaminya secara konkret, karena mungkin kita tak pernah menjadi sesuatu tanpa kita pernah mengalami (kenyataan)-nya.
 “Salam rindu selalu buat ayah, tetap tersenyum di sana yaa yah. Salam kangen buat mamak, tetap kuat yaa mak”.  Jarak tak akan mengubah segalanya, tidak akan mengubah rasa dari Allah ini.
Kau begitu berarti, sungguh sangat berarti, kesempurnaan cinta yang kau beri. Aku menyayangimu dalam senyum dan tangisku dan aku mencintaimu dalam hidup dan matiku
          Terimakasih atas waktu dan pikiran yang telah disisihkan untuk  membaca tulisan saya. Semoga selalu ada pelajaran yang didapat dari sesuatu, apapun itu. *****senyum ^^

0 comments:

Posting Komentar