Gangguan mood
adalah gangguan emosi yang menyebabkan ketidakberfungsian seseorang. Dua jenis
gangguan mood: depresi mayor dan gangguan bipolar. Dalam depresi mayor atau unipolar, seseorang
mengalami kesedihan yang sangat mendalam
serta masalah yang berkaitan, seperti gangguan tidur dan selera makan
serta kehilangan energi dan harga diri. Gangguan bipolar dapat mencakup
depresi, namun juga ditandai adanya mania. Pada mania, mood melambung atau mudah tersinggung dan orang yang bersangkutan
menjadi sangat aktif, banyak berbicara, dan mudah teralih perhatiannya. Orang
yang menderita gangguan bipolar dapat mengalami episode mania saja, episode
mania dan depresi, atau episode gabungan, dimana simtom-simtom manik dan
depresi dapat muncul bersamaan.
Dua gangguan mood kronis: siklotimia dan distimia, dimana simtom-simtomnya dianggap tidak memadai untuk menegakkan diagnosis depresi mayor atau gangguan bipolar. Pada siklotimia, seseorang sering mengalami periode mood depresi dan hipomania, yaitu suatu perubahan perilaku dan mood yang tidak seekstrem mania penuh. Pada distimia seseorang mengalami depresi kronis. Berbagai teori psikologis tentang depresi mencakup: psikoanalisis, kognitif, dan interpersonal. Formulasi psikoanalisis menekankan fiksasi pada tahap oral (menyebabkan tingkat ketergantungan tinggi) dan identifikasi diri tanpa disadari dengan orang yang di cintai yang telah pergi, kepergiannya menimbulkan kemarahan yang berbalik ke dalam diri. Teori kognitif beck mengatribusikan signifikansi kausal pada berbagai skema negatif dan bias serta distorsi kognitif. Menurut teori ketidakberdayaan atau keputusasaan, pengalaman pada masa kecil tentang berbagai situasi yang tidak dapat dihindari dan menyakitkan yang dapat menimbulkan keputusasaan yang dapat berkembang menjadi depresi. Individu semacam ini kemungkinan mengatribusikan kegagalan pada seluruh ketidakmampuan dan kesalahan mereka yang bersifat menetap. Teori interpersonal memfokuskan pada berbagai masalah yang dialami orang-orang yang depresi dalam hubungan dengan orang lain yang disebabkan prilakunya.
Berbagai teori psikologis yang diterapkan dalam fase depresif gangguan bipolar sama dengan yang dikemukakan untuk depresi unipolar. Fase manik gangguan bipolar dianggap sebagai pertahanan terhadap kondisi psikologis yang sangat mengganggu keberfungsian seseorang, seperti harga diri yang rendah. Berbagai teori biologis berpendapat bahwa kemungkinan terdapat predisposisi yang diturunkan secara genetik dalam gangguan mood, terutama dalam gangguan bipolar. Berbagai teori neurokimia terdahulu mengaitkan depresi dengan kadar serotonim yang rendah dan gangguan bipolar dengan norepinefrin (tinggi kadarnya pada mania dan rendah pada depresi). Penelitian baru-baru ini memfokuskan pada reseptor pascasinaptik dan bukan pada jumlah berbagai neurotransmiter. Aktivitas yang berlebihan pada aksis hipotalamik-pituitari-adrenal juga diketahui terjadi pada para pasien depresi, mengindikasikan bahwa sistem endokrin juga dapat memenuhi gangguan mood.
Beberapa terapi psikologis efiktif bagi depresi. Penanganan psikoanalisis mencoba memberikan insight kepada pasien mengenai peristiwa kehilangan pada masa kanak-kanak dan ketidakmampuan serta sikap menyalahkan diri sendiri yang dialami kemudian. Tujuan terapi kognitif Beck adalah mengungkap pola pikir yang negatif dan tidak logis dan mengajarkan cara pandang yang lebih realisis terhadap berbagai peristiwa, diri sendiri, dan masalah yang dialami. Terapi interpersonal, yang memfokuskan pada interaksi sosial pasien depresi, juga dapat menjadi efektif. Berbagai terapi psikologis juga tampak menjanjikan untuk menangani pasien bipolar. Berbagai penanganan biologis sering kali digunakan bersama dengan penanganan psikologis. Terapi kejut listrik elektrokonvulsif (electroconvulsive shock) dan beberapa obat-obatan antidepresan (trisiklik, penghambat pengembalian serotonin selektif dan menghambat MAO) telah terbukti efektif menghilangkan dapresi. Pasien dapat terhindar dari periode manik dan depresif yang berlebihan dengan menggunakan lithium karbonat secara hati-hati. Berbagai diagnosis gangguan mood pada anak-anak menggunakan kriteria bagi orang dewasa, namun mencantumkan beberapa ciri berdasarkan umur seperti mudah tersinggung dan prilaku agresif sebagai pengganti mood depresi.
Kecenderungan ingin melenyapkan diri sendiri dengan bunuh diri tidak terbatas pada orang yang mengalami depresi. Sangat banyak informasi yang dapat digunakan untuk membantu mencegah bunuh diri, meskipun tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan sangat beragamnya motif bunuh diri dan situasi yang melatarbelakanginya. Sebagian besar perspektif tentang bunuh diri menganggapnya sebagai tindakan yang biasanya disadari keputusasaan untuk mengakhiri eksistensi yang dirasakan tidak tertahankan bagi seseorang. Sebagian besar komunitas besar memiliki pusat-pusat pencegahan bunuh diri, dan sebagian besar terapis pada suatu waktu harus menghadapi pasien yang sedang mengalami krisis bunuh diri. Orang-orang yang berfikir untuk bunuh diri ingin agar ketakutan dan kekhawatiran mereka dipahami namun tidak dihakimi; para ahli klinis harus secara bertahap dan dengan sabar menunjukkan kepada mereka bahwa masih ada alternatif lain yang dapat digali selain menghancurkan diri sendiri.
Dua gangguan mood kronis: siklotimia dan distimia, dimana simtom-simtomnya dianggap tidak memadai untuk menegakkan diagnosis depresi mayor atau gangguan bipolar. Pada siklotimia, seseorang sering mengalami periode mood depresi dan hipomania, yaitu suatu perubahan perilaku dan mood yang tidak seekstrem mania penuh. Pada distimia seseorang mengalami depresi kronis. Berbagai teori psikologis tentang depresi mencakup: psikoanalisis, kognitif, dan interpersonal. Formulasi psikoanalisis menekankan fiksasi pada tahap oral (menyebabkan tingkat ketergantungan tinggi) dan identifikasi diri tanpa disadari dengan orang yang di cintai yang telah pergi, kepergiannya menimbulkan kemarahan yang berbalik ke dalam diri. Teori kognitif beck mengatribusikan signifikansi kausal pada berbagai skema negatif dan bias serta distorsi kognitif. Menurut teori ketidakberdayaan atau keputusasaan, pengalaman pada masa kecil tentang berbagai situasi yang tidak dapat dihindari dan menyakitkan yang dapat menimbulkan keputusasaan yang dapat berkembang menjadi depresi. Individu semacam ini kemungkinan mengatribusikan kegagalan pada seluruh ketidakmampuan dan kesalahan mereka yang bersifat menetap. Teori interpersonal memfokuskan pada berbagai masalah yang dialami orang-orang yang depresi dalam hubungan dengan orang lain yang disebabkan prilakunya.
Berbagai teori psikologis yang diterapkan dalam fase depresif gangguan bipolar sama dengan yang dikemukakan untuk depresi unipolar. Fase manik gangguan bipolar dianggap sebagai pertahanan terhadap kondisi psikologis yang sangat mengganggu keberfungsian seseorang, seperti harga diri yang rendah. Berbagai teori biologis berpendapat bahwa kemungkinan terdapat predisposisi yang diturunkan secara genetik dalam gangguan mood, terutama dalam gangguan bipolar. Berbagai teori neurokimia terdahulu mengaitkan depresi dengan kadar serotonim yang rendah dan gangguan bipolar dengan norepinefrin (tinggi kadarnya pada mania dan rendah pada depresi). Penelitian baru-baru ini memfokuskan pada reseptor pascasinaptik dan bukan pada jumlah berbagai neurotransmiter. Aktivitas yang berlebihan pada aksis hipotalamik-pituitari-adrenal juga diketahui terjadi pada para pasien depresi, mengindikasikan bahwa sistem endokrin juga dapat memenuhi gangguan mood.
Beberapa terapi psikologis efiktif bagi depresi. Penanganan psikoanalisis mencoba memberikan insight kepada pasien mengenai peristiwa kehilangan pada masa kanak-kanak dan ketidakmampuan serta sikap menyalahkan diri sendiri yang dialami kemudian. Tujuan terapi kognitif Beck adalah mengungkap pola pikir yang negatif dan tidak logis dan mengajarkan cara pandang yang lebih realisis terhadap berbagai peristiwa, diri sendiri, dan masalah yang dialami. Terapi interpersonal, yang memfokuskan pada interaksi sosial pasien depresi, juga dapat menjadi efektif. Berbagai terapi psikologis juga tampak menjanjikan untuk menangani pasien bipolar. Berbagai penanganan biologis sering kali digunakan bersama dengan penanganan psikologis. Terapi kejut listrik elektrokonvulsif (electroconvulsive shock) dan beberapa obat-obatan antidepresan (trisiklik, penghambat pengembalian serotonin selektif dan menghambat MAO) telah terbukti efektif menghilangkan dapresi. Pasien dapat terhindar dari periode manik dan depresif yang berlebihan dengan menggunakan lithium karbonat secara hati-hati. Berbagai diagnosis gangguan mood pada anak-anak menggunakan kriteria bagi orang dewasa, namun mencantumkan beberapa ciri berdasarkan umur seperti mudah tersinggung dan prilaku agresif sebagai pengganti mood depresi.
Kecenderungan ingin melenyapkan diri sendiri dengan bunuh diri tidak terbatas pada orang yang mengalami depresi. Sangat banyak informasi yang dapat digunakan untuk membantu mencegah bunuh diri, meskipun tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan sangat beragamnya motif bunuh diri dan situasi yang melatarbelakanginya. Sebagian besar perspektif tentang bunuh diri menganggapnya sebagai tindakan yang biasanya disadari keputusasaan untuk mengakhiri eksistensi yang dirasakan tidak tertahankan bagi seseorang. Sebagian besar komunitas besar memiliki pusat-pusat pencegahan bunuh diri, dan sebagian besar terapis pada suatu waktu harus menghadapi pasien yang sedang mengalami krisis bunuh diri. Orang-orang yang berfikir untuk bunuh diri ingin agar ketakutan dan kekhawatiran mereka dipahami namun tidak dihakimi; para ahli klinis harus secara bertahap dan dengan sabar menunjukkan kepada mereka bahwa masih ada alternatif lain yang dapat digali selain menghancurkan diri sendiri.
0 comments:
Posting Komentar