Meskipun ujian melanda, aku tak pernah lelah akan semua ini, tak ada kata mengeluh akan kerja dakwah ini, Semoga Allah meRidhoi pada niat-niat kami, "amar ma'ruf nahi munkar".
Makalah ini adalah salah satu persyaratan untuk menjadi seorang trainer yang diselenggarakan oleh Dakwah Training Center (DTC) Ukmi Ad-Dakwah USU.
baiklah, silahkan menikmati ';)
1. Gambaran
Umum Training
Training adalah pengalaman belajar yang
terstruktur yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan menjadi keterampilan khusus, pengetahuan atau sikap. Kemampuan tersebut
adalah potensi fisik, mental, atau potensi psikologis. Keterampilan adalah
aplikasi/penerapan khusus dari satu atau lebih potensi yang ada. Sebagaimana orang berbeda dengan berbagai
kemampuan mereka, mereka mempunyai
tingkatan keterampilan yang berbeda yang
mereka peroleh dari hasil pelatihan.
2. Fungsi
Training
Training dalam hal ini adalah untuk tujuan
mengubah kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman kedalam pekerjaan khusus yang berhubungan dengan
keterampilan. Training ini menyajikan
setidaknya tiga (3) fungsi penting untuk
sebuah organisasi.
1.
Pemeliharaan.
Memastikan karyawan mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan mereka, bagaimana
organisasi mengharapkan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimaksudkan untuk
memelihara kinerja karyawan secara keseluruhan dalam kewajiban yang terbatas
untuk memenuhi tujuan.
2.
Fungsi
sosialisasi, program training untuk
menyampaikan kepada anggota organisasi (karyawan) tentang prioritas, nilai dan norma dalam sebuah organisasi baik
strukturnya dan materinya, sumber daya
yang dimasukkan kedalamnya, menekankan
tujuan dan prosedur, besarnya partisipasi yang mungkin, serta sikap dan
keterampilan melakukan pelatihan.
3.
Fungsi
Motivasi. Harapan anggota organisasi (karyawan) bahwa mereka mampu menjalankan
pekerjaan dengan sukses merupakan faktor penting seberapa besar upaya mereka
melakukannya dalam bekerja. Motivasi bisa meningkat jika pelayanan training juga meningkatkan ketertarikan
karyawan pada pekerjaan mereka atau jika itu dilihat sebagai bantuan untuk
kesempatan meningkatkan posisi di organisasi.
3. Training sebagai
Proses Belajar
Ketika metode
instruksional yang canggih tersedia, yang perlu diingat adalah siapa yang
sedang dilatih. Walaupun teknologi tersedia, merubah perilaku orang pada cara
tertentu, seperti melatih mereka untuk pekerjaan, terdapat pada tiga (3)
prinsip pembelajaran manusia. Ada tiga (3) prinsip pembelajaran, yaitu praktik,
umpan balik, dan penguatan.
·
Practice
Praktik, yaitu teknik training dengan mengaplikasikan semua tingkatan training dan untuk sebagian tugas training. Jika praktik yang sebenarnya
tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan, praktik mental mungkin menjadi
alternatif lainnya. Praktik mental adalah melatih tugas dalam pikiran daripada
dengan membuat gerakan fisik secara berlebihan.
Tidak mungkin menyatakan
seberapa banyak praktik, menjadikannya fisik atau mental, tetapi panduan yang
dapat digunakan adalah:
-
Training berulang-ulang menjadi yang paling
efektif untuk keterampilan, atau untuk beberapa tugas yang membutuhkan orang
untuk menanamkan komitmen pada ingatan.
-
Training distribusi (menyebar dari waktu ke
waktu) menjadi lebih efektif daripada
intensif, sesi Training dalam satu waktu untuk beberapa tugas.
·
Feedback/umpan balik
Dalam artian luas, umpan balik adalah
pengembalian informasi, atau diumpan balikkan tentang sebuah proses, peristiwa,
ataupun perilaku yang sudah lewat. Umpan balik bisa terjadi secara otomatis dan
juga instan. Tapi tidak selalu terjadi dengan cara itu. Komaki, Heinzman, &
Laeson melakukan penelitian tentang
pelatihan dengan menggunakan umpan balik. Penelitian mereka menunjukkan
sebuah grafik pada 4 pekerjaan yang ada pada departemen, yang menunjukkan tiga
poin yaitu sebelum training
(kemampuan dasar), training, dan training dengan umpan balik. Tujuan
pemberian umpan balik dalam training
adalah memberikan informasi tentang kemajuan dan kinerja mereka. Sifat umpan
balik ditentukan oleh sifat peserta
training, ketika penampilan mereka bagus, umpan balik yag positif akan
membantu untuk menguatkan perilaku. Jika penampilan tidak memuaskan, umpan
balik negatif memberikan informasi kepada peserta training tentang perilaku apa yang perlu disesuaikan. Untuk
membantu individu membuat perubahan yang dibutuhkan secara efektif, umpan balik
seharusnya mungkin menjadi spesifik. Idenya adalah untuk membantu mengembangkan
pendekatan yang lebih efektif untuk mempelajari tugas-tugas.
·
Reinforcement/Penguatan
Penguatan positif telah terjadi
ketika perilaku dikuatkan dengan konsekuensi, hasil positif dari perilaku
memperkuat perilaku. Aspek yang penting pada banyak program training adalah apakah itu memungkinkan
untuk beberapa penguatan perilaku yang diinginkan, menjadi upaya, kemajuan,
atau prestasi keterampilan. Umpan balik yang positif adalah salah satu bentuk
dari penguatan, pujian dan perasaan dari pencapaian adalah hadiah/reward yang
kuat bagi banyak orang. Kontrak baru pada training
awal kerja, peningkatan upah training
yang memenuhi standar tertentu, pengakuan secara formal seperti “penghargaan
peserta training terbaik dalam
seminggu”, dan perubahan secara cepat pada
training sering digunakan sebagai penguatan.
4. Proses
Kognitif dan Training
Lebih mengetahui tentang
proses ini akan berguna untuk orang-orang yang merancang, melaksanakan, dan
melakukan riset dalam training dalam
organisasi. Contoh berikut diadaptasi dari diskusi oleh Howell dan Cooke
(1989), yakni:
·
Proses Automatis/automatic processing
Training orang untuk bekerja termasuk
pekerjaan pencampuran dari tugas-tugas yang rutin maupun tidak rutin yang ditingkatkan oleh peserta training yang mempraktikkan element yag rutin dari awal hingga mereka
dapat melakukannya sampai mahir (Automatic).
·
Metakognisi/metacognition
Membantu peserta pelatihan untuk
mengatur kemajuan masing-masing dan mengevaluasi apa yang mereka ketahui dan
tidak ketahui dapat membuat pembelajaran lebih efektif.
·
Model Mental/mental models
Penelitian kognitif membuatnya jelas
bahwa gambaran mental yang akurat dari materi untuk menjadi fasilitas yang
dipahami dalam tugas-tugas training.
5. Apa
yang Dibutuhkan dalam Training
Organisasi?
Anggota
baru organisasi harus dilatih untuk melaksanakan tugas mereka. Dalam beberapa
kesempatan hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan penyegaran bagi anggota
yang kinerjanya merosot. Training
kembali disarankan dengan menggunakan teknologi terbaru, Seperti pada IBM atau
pertukaran dalam tugas-tugas yang diberikan.
Organisasi
sebaiknya menyediakan training
pengembangan anggota untuk membantu anggota meraih karier atau tujuan yang
potensial.
Ada banyak alasan untuk
melakukan perubahan. Perampingan sering membuat personil yang
tersisa dengan tugas pekerjaan dan tanggung jawab semakin banyak dan wajib
memperoleh keterampilan baru mereka. Rekayasa ulang alat
kerja dan metode perubahan dapat membuat keterampilan kerja yang diperoleh
sebelumnya menjadi lebih baik.
Sebelum
memulai perencanaan training ini,
kita perlu mencari tahu training apa
yang diperlukan dan apa saja yang ingin dicakup. Apabila training merupakan penugasan organisasi, maka perlu
mendiskusikannya dengan pelaksana organisasi untuk membuat fokus dan konten training yang akan memenuhi ketentuan.
Apabila merencanakan penyelenggaraan training
sendiri, maka perlu menanyakan kepada para kolega dan para calon pesertanya
tentang apa yang mereka inginkan. Tergantung dari jenis training yang dipertimbangkan, konsultasinya dapat beragam dari
penelitian pasar yang mendalam termasuk wawancara-wawancara dan
pertanyaan-pertanyaan hingga komunikasi informal pada pertemuan-pertemuan
profesi. Sebelumnya mungkin sesuai untuk suatu program training utama seperti suatu kursus pembelajaran jarak jauh.
Kadang-kadang kita hanya dapat menilai kebutuhan training tersebut dengan membuat program penyelenggaraan,
mengiklankannya, dan melihat respon apa yang anda terima.
Ini
penting untuk mengingat bahwa training
tidak hanya untuk orang-orang yang tidak memiliki pengalaman atau keahlian
dalam bidang training. Training juga dapat ditujukan untuk para
praktisi yang perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka, misalnya
pada saat standar-standar atau peraturan-peraturan baru sudah diperkenalkan.
6. Initial
Job Training
Dalam Initial Job Training atau training awal pekerjaan terdapat
pemikiran mengenai empat pertanyaan dasar yang harus benar-benar diperhatikan
sebelum melakukan training.
Antara lain :
1. Apa saja yang harus diajarkan?
2. Dimana training tersebut harus dilakukan?
3. Metode instruksional apa yang
harus dilakukan?
4. Bagaimana training tersebut dilaksanakan ?
Keempat hal tersebut adalah yang
mendasari pemikiran seorang trainer
untuk melakukan training.
·
Apa saja yang harus diajarkan?
Initial job training bergantung pada besarnya perbedaan antara apa yang
dapat dilakukan oleh anggota (karyawan) dan apa yang akan mereka lakukan
nantinya dalam dunia organisasi. Ketika perbedaannya sedikit, training bisa dibatasi untuk
mengakrabkan pegawai dengan organisasi dan dengan metode tersebut, anggota/
pegawai dapat mengetahui peluang apa yang akan mereka dapatkan dan kendala apa
yang akan mereka hadapai dalam dunia pekerjaan nantinya. Pembatasan training pekerjaan juga diaplikasikan
jika anggota/pegawai baru adalah pegawai yang tidak tetap. Satu alasan
organisasi menggunakan tempo dalam mempekerjakan pegawainya adalah salah
satunya untuk mengurangi training,
sehingga perbedaan apa yang dapat dilakukan oleh si pegawai dan apa yag akan
dilakukan nantinya di dalam organisasi bisa relatif lebih kecil. Namun jika
pekerjaan baru tersebut adalah reka ulang dari pekerjaan yang lama dan
perbedaan yang terjadi cukup besar dalam perekrutan, maka kebutuhan dalam training akan lebih ekstensif.
·
Dimana pelatihan dilakukan?
Ada 3 lokasi
dimana pelatihan organisasi dapat dilakukan , dimana ketiganya memiliki
keuntungan dan kerugian masing-masing, yaitu :
1. On the Job training
On
the job training
adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat proses pemindahan
pengetahuan dan pengalaman kerja/transfer
knowledge dari karyawan senior ke junior. Training ini langsung menerjunkan pegawai baru bekerja sesuai
dengan job description/jobdesc masing-masing di bawah supervisi/pengawasan
penyedia atau karyawan senior. Namun,
jika pelatih tidak menemukan waktu untuk menentukan apakah peserta training
telah memahami keterampilan tertentu atau konsep dan tidak memberikan waktu
yang cukup untuk umpan balik, maka itu juga bisa membuat on the job training membuang-buang waktu.
2. On site training
On site training adalah training dimana pegawai akan ditraining
di lokasi perusahaan tetapi tidak di lokasi pekerjaan atau di jobdesc masing-masing. Organisasi
memiliki kontrol lebih besar atas kualitas training karena biasanya on site training ini dilakukan
oleh pelatih penuh waktu. Di samping itu kerugian dari on site training adalah biaya yang mahal pada saat melakukan training tersebut, selain itu keuntungan
lain dari on site training datang dari memiliki instruktur “captive”.
3. Off-site training
Off-site
training ini adalah training
yang tidak difasilitasi sebuah tempat pekerjaan. Untuk kegiatan pembangunan
dalam persiapan untuk peran masa depan maka off-site
mungkin terbukti lebih menguntungkan. Sebagian besar program pelatihan yang
sekarang dijalankan di perusahaan karena meningkatnya tekanan pada perusahaan
untuk memotong biaya, terutama yang terkait dengan perjalanan waktu dan biaya
yang terkait.
·
Beberapa keuntungan dari pelatihan
yang diselenggarakan off-site :
ü
Mengurangi gangguan
ü
Mengurangi potensi peserta akan
berjalan di akhir karena pertemuan sebelumnya berjalan panggilan telepon akhir
ü
Mampu lebih baik untuk fokus pada
“kebutuhan”
·
Kerugian dari Off-site training adalah :
Perusahaan tidak bisa mengkontrol
kualitas dari pegawai yang dilatih oleh orang dari luar perusahaan tersebut,
Selain itu trainer juga bisa dapat
kehilangan keabsahan dari training itu sendiri.
4. Choosing training
site
Deskripsi
laporan singkat dari 3 lokasi utama sebelumnya didasari pada keuntungan dan
kerugian karena tidak ada aturan yang keras untuk ketiga alternatif diatas.
Setiap organisasi harus mempertimbangkan situasi yang ada. Jika analisa dari
kebutuhan training menunjukkan
individu yang tidak berpengalaman membutuhkan sedikit training untuk pekerjaan mereka maka, on the job training adalah hal yang paling tepat bagi mereka.
Beberapa faktor lain juga patut dipertimbangkan. Pemilihan lokasi training bisa ditentukan oleh beberapa
faktor. Faktanya, organisasi harus mempertimbangkan konsekuensi dari kesalahan
hasil selama training.
·
Metode Instruksional Apa yang Harus
Dilakukan?
Tujuan
dari training
awal pekerjaan adalah memberikan pegawai kemampuan dan pengetahuan yang akan
mereka butuhkan untuk sukses dalam pekerjaan nantinya. Memutuskan apa saja
keahlian, pengetahuan dan dimana training
dilaksanakan adalah langkah pertama yang harus dilakukan, tetapi inti dari
program training adalah metode instruksional,
atau teknik dasar pengajaran dari situasi training
tersebut. Ada banyak kemungkinan, namun yang akan direview berikut adalah hal yang paling sering digunakan dalam training kerja. Hal tersebut dibagi
dalam 3 kategori, yakni :
-
Nonparticipative Instructional Methods
-
Individual
Participatice instructional Methods
-
Group
Participative
§ Nonparticipative
Instructional Methods
NIM
adalah metode dimana peran trainer
adalah sebagai penerima informasi pasif. Informasi tersebut diuraikan melalui
dokumen, tempat kuliah, bantuan visual, material tertulis atau kombinasi dari
pilihan tersebut. Metode ini relatif murah, menyediakan standarisasi material
dan dapat digunakan untuk banyak peserta
training dalam satu waktu. Berlawanan dengan kuntungan Nonparticipative training methods adalah fakta bahwa ketika mereka
digunakan, metode ini kekurangan 3 dari karakteristik dari training. Tidak ada praktik langsung, feedback hanya didapat dari test
yang dilakukan, dan penguatan hanya dapat dillihat dari nilai bagus yang
didapatkan apabila mereka diterima. Pada akhirnya, Nonparticipative training methods tepat digunakan apabila
peninjauan dari rencana training dan
aktivitas training dibutuhkan sebelum
training yang sebenarnya benar-benar
terjadi.
§ Individual
Participative Instructional Methods
Ada
empat (4) metode yang umum digunakan dalam Individual
Participative Instructional Methods yaitu :
1.
Programmed
Instruction
PI (Programmed
Instruction) mulanya terkenal di dalam bentuk alat-alat yang berhubungan dengan
mesin yang disebut dengan pengajaran mesin yang mempelajari stimulus dan feedback pada pelajar.
PI biasanya terdiri dari mengajar dengan bantuan sebuah buku
khusus atau mesin pengajaran yang menyajikan materi terstruktur dalam urutan logis
dan empiris dikembangkan atau urutan. Instruksi yang
diprogramkan dapat disajikan oleh trainer
juga, dan telah berpendapat bahwa prinsip-prinsip instruksi yang diprogramkan dapat
meningkatkan kuliah training. PI memungkinkan siswa untuk memiliki kemajuan melalui sebuah unit
belajar pada tingkat mereka sendiri, mereka memeriksa jawaban
sendiri dan maju hanya setelah menjawab dengan benar. Dalam
salah satu bentuk yang disederhanakan dari PI, setelah setiap
langkah, mereka disajikan dengan sebuah pertanyaan untuk
menguji pemahaman mereka, kemudian segera menunjukkan jawaban
yang benar atau diberikan informasi tambahan. Namun tujuan
dari program pembelajaran adalah untuk menyajikan materi secara bertahap sangat
kecil. Bentuk-bentuk yang lebih canggih dari instruksi
yang diprogramkan mungkin memiliki pertanyaan atau tugas diprogram cukup baik bahwa
presentasi dan uji model-ekstrapolasi dari instruksi tradisional dan klasik-belum tentu memanfaatkan.
2.
Computer-Assisted
Instruction
Menggunakan
Computer-Assisted Instruction (CAI)
atau komputer berbasis instruksi (CBI) adalah
kasus-kasus di mana instruksi disajikan melalui program komputer untuk siswa pasif,
atau komputer adalah platform untuk lingkungan yang interaktif dan
personal pembelajaran. Dalam definisi yang luas, komputer-dibantu instruksi
dapat mengikuti jalan yang berbeda untuk tujuan yang sama. Salah satu contohnya adalah bagaimana komputer-dibantu
instruks iyang digunakan dalam kaitannya dengan presentasi pengajaran
lainnya. CAI dapat digunakan baik dalam isolasi, punya tanggung jawab keseluruhan untuk menyampaikan instruksi kepada
siswa, atau dalam kombinasi dengan konvensional, yaitu, tatap muka, metode
pengajaran. Penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi
dari instruksi konvensiona ldan CAI telah paling efektif dalam meningkatkan nilai
prestasi siswa. CAI adalah adalah teknik instruksional interaktif
dimana komputer digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran dan memantau pembelajaran
yang berlangsung.
Menurut
Bright (1983: 144-152), bila dibanding dengan pendekatan pengajaran
tradisional, CAI sangat efektif dan efisien. Peserta training
akan belajar lebih cepat, menguasai materi pelajaran lebih banyak dan mengingat
lebih banyak dari apa yang sudah dipelajari. Dalam studi meta analisisnya
terhadap hasil-hasil penelitian tentang efektifitas CAI selama 25 tahun,
Kulik dkk.(1980: 525-544) menyimpulkan bahwa:
a)
Peserta belajar lebih banyak materi
dari komputer (melalui CAI)
b)
Peserta mengingat apa yang telah
dipelajari melalui CAI lebih lama
c)
Peserta membutuhkan waktu lebih
sedikit
d)
Peserta lebih betah di kelas
e)
Peserta memiliki sikap lebih positif
terhadap komputer
Richard Clark (1983: 445-549)
mengkritik bahwa program pengajaran seperti CAI bisa saja efektif tetapi
dengan hanya menempatkan materi pelajaran kedalam komputer secara asal,
tidaklah akan meningkatkan efektivitas pengajaran. Untuk memperoleh efektifitas
yang tinggi, pengembangan suatu CAI perlu perencanaan yang matang. CAI
yang dibuat secara asal jadi tidak akan meningkatkan efektivitas belajar
bagi pemakainya. Jadi suatu CAI bisa saja menjadi alat bantu pengajaran
yang sangat baik tetapi bisa juga sebaliknya. Oleh karena itu, Simonson dan
Thompson (1994:53) menyarankan agar pembuatan CAI harus direncanakan
dengan baik dan usaha penelitian saat ini sebaiknya difokuskan pada pemakaian CAI
untuk situasi khusus dan untuk mata pelajaran khusus pula.
3.
Simulation Training
Simulation
training adalah media maya di mana berbagai jenis keterampilan dapat
diperoleh. Simulation training dapat
digunakan dalam berbagai macam genre. Namun yang paling sering digunakan dalam
situasi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran bisnis dan manajemen
keterampilan. Mereka juga sering terjadi pada lingkungan akademik sebagai
bagian terintegrasi dari program studi bisnis atau manajemen. Simulation training menyiratkan tiruan
dari proses kehidupan nyata, biasanya melalui sebuah komputer atau perangkat
teknologi lainnya, dalam rangka memberikan pengalaman hidup. Hal ini telah
terbukti menjadi metode yang sangat handal dan sukses training dalam ribuan industri di seluruh dunia. Mereka dapat
digunakan baik untuk memungkinkan spesialisasi di daerah tertentu, dan untuk
mendidik individu dalam kerja sektor secara keseluruhan, membuat simulasi
pelatihan sangat serbaguna. Adalah penting untuk menekankan bahwa simulation training tidak hanya games,
tujuan mereka adalah untuk mendidik dan menginformasikan dengan cara
yang menarik dan mengesankan, bukan semata-mata untuk menghibur. Simulasi menawarkan kemampuan
peserta didik untuk belajar dalam lingkungan yang realistis di mana mereka dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilan tanpa takut implikasi pada dunia nyata.
4.
Job Rotation
Job Rotation
adalah teknik manajemen yang memberikan peserta training untuk berbagai pekerjaan dan departemen selama beberapa
tahun. Survei menunjukkan bahwa peningkatan jumlah perusahaan yang menggunakan
rotasi pekerjaan untuk melatih karyawan.
Ada dampak positif dan negatif yang terlibat dengan rotasi
pekerjaan yang perlu dipertimbangkan ketika perusahaan membuat keputusan untuk
menggunakan teknik ini. Rotasi pekerjaan
juga merupakan kontrol untuk mendeteksi kesalahan dan penipuan. Ini mengurangi
risiko kolusi antara individu. Organisasi berhadapan dengan informasi sensitif
atau sistem (misalnya bank) di mana ada kesempatan untuk keuntungan pribadi
bisa mendapatkan keuntungan dengan rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan juga
membantu dalam kelangsungan bisnis seperti beberapa orang yang sama-sama
dilengkapi untuk melakukan fungsi pekerjaan. Jika seorang karyawan tidak
tersedia lainnya dapat menangani posisinya dengan efisiensi yang sama.
§
Group Participative Instructional
Methods
Keunikan dari Group
Participative Instructional Methods adalah peserta training berinteraksi satu dan lainnya dari alat-alat ataupun trainer. Hal ini mempertimbangkan peningkatan
training, tetapi juga memasukkan
unsur keragu-raguan ke dalam training
tersebut. Setiap kelompok peserta training
berbeda dengan kelompok lainnya, sehingga apa yang terjadi tidak dapat diprediksi.
Agar lebih efektif trainer harus
dapat memahami dinamika kelompok sebaik metode yang diberikan.
·
Teknik
Diskusi
Beberapa
teknik instruktusional sekitar kelompok mendiskusikan beberapa subjek, seperti
analisisis studi kasus. Peserta training
diberi fakta dari masalah organisasi dan mereka bekerja sesuai issue dan juga bersamaan dengan
pertanyaan. Masalah bisa saja benar-benar terjadi dalam suatu kelompok tersebut
atau dikembangkan sesuai dengan keperluan training
tersebut. Hal yang didiskusikan jauh lebih penting dibanding potensial
pemikiran dan diskusi untuk membuat poin dasar. Peserta training tidak hanya belajar
untuk mempertimbangkan fakta dari situasi yang diberikan, tetapi juga
mengidentifikasi informasi penting yang hilang. Selain itu, perbedaan opini dan
perbedaan penyelesaian masalah dari berbagai macam kelompok memperluas
pandangan dan mengajarkan pelajaran penting.
·
Role
playing And Behaviour Modelling
Role playing
awalnya dikembangkan guna psikoterapi oleh J.B moreno. Teknik ini dinamai
psikodrama oleh Moreno, diaplikasikan kedalam dunia bisnis pertama kali pada Macy’s department store di New York
tahun 1930-an. Dalam role playing ini
orang-orang dibuat seolah-olah berada dalam dunia kerja yang sebenarnya. Role playing adalah salah satu cara
untuk membuat training menyelesaikan
suatu masalah dan kemampuan interpersonal lebih nyata.
Ada
4 langkah utuk mengaplikasikan teori ini dalam training pekerjaan yang dideskripsikan L Moses.
1.
Modelling
(menirukan), yaitu peserta memperhatikan aktor dalam video atau langsung
menangani masalah atau berkomunikasi dengan cara yang diinginkan dan efektif. Perilaku
kunci untuk keberhasilan metode ini adalah berhasil disoroti .
2.
Rehearsal,
yaitu peserta mempraktikkan perilaku seperti model.
3.
Feedback,
yaitu pelatih dan peserta menyediakan feedback
pada latihan perilaku , penguat yang diberikan oleh anggota kelompok lain
adalah hal yang penting dalam tahap ini.
4.
Transfer
of Training. Peserta training dikuatkan dan ditindak lanjuti dalam tempat kerja dan peserta
diharapkan untuk menerapkannya secara benar.
·
Videoconfrence
Training
Salah
satu dari metode instruksional yang baru adalah videoconfrence training. Komunikasi dua arah yang dikembangkan
untuk memfasilitasi pertemuan bisnis antara dua (2) orang yang berbeda lokasi, videoconfrence menyatukan dua (2) orang
melalui line telepon, komputer, video
kamera dalam waktu interaksi.
Perbedaan di antara ketiga metode training dasar ini yang berhubungan dengan kesempatan yang
ditawarkan untuk berlatih , umpan balik, dan dorongan untuk berperilaku sesuai
yang diinginkan. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan dalam bidang kemampuan.
Kemampuan ini dapat diubah secara besar-besaran dengan cara penerapan sebuah
metode dan dengan keterampilan seorang trainer.
Perbedaan yang paling besar diantara potensi dan aktualitas dalam hubungannya
dengan efektivitas training mungkin
terjadi dalam metode partisipasi kelompok. Namun dalam analisis terakhir interaksi antara calon
karyawan dan situasi training lah
yang akan menentukan keberhasilan training
seseorang. Ada orang yang belajar dari segala macam program namun ada juga yang
tidak.
7. Bagaimana
Mengevaluasi Keberhasilan Training ?
Training
kerja menjadi usaha
yang mahal. Karena peralatan, materi, ongkos pelatih, upah calon karyawan yang
belum produktif, penanaman modal yang hilang bila karyawan mengundurkan diri
tidak lama selesai menjalani training.
Dengan adanya hal-hal tersebut, cara tertentu untuk mengevaluasi efektivitas training harus menjadi bagian dari
setiap program. Evaluasi ini dapat dibuat berdasarkan kriteria dalam atau
kriteria luar.
Kriteria dalam untuk
mengevaluasi training adalah
keefektivitasan training yang dibuat
selama periode training. Contohnya
tes formal pengetahuan calon karyawan dan keterampilan, dan dinilai oleh trainer mengenai perkembangan peserta
latihan dan kinerja. Kriteria luar untuk mengevaluasi training merupakan pengukuran sejauh mana prosedur training kerja menghasilkan perilaku
kerja yang diinginkan. Keefektifan training
dapat dilihat dari sejauh mana training
beralih menjadi pekerjaan yang merupakan pengukuran kriteria luar.
8. Evaluasi
Calon Karyawan tentang Training
Evaluasi peserta tentang training biasanya dibuat berdasarkan
kuisioner. Kuisioner ini berisi mengenai pendapat mereka tentang kualitas dan
keefektifan prosedur training,
materi, dan metode, perasaan puas atau tidak puas mereka dengan pengalaman training, dan peringkat mereka sejauh
mana mereka mendapat pengetahuan atau keterampilan melalui training.
Di dalam organisasi,
pendapat dan perasaan peserta mengenai training
biasanya dinilai dengan cara yang bersifat memberikan satu kali daftar
pertanyaan pada kesimpulan training.
Penilaian terhadap diri sendiri juga dapat dilakukan. Singkatnya, peserta training dapat diberikan kuisioner yang
sama tentang tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan, yang diberikan dua
kali yaitu sebelum dan sesudah training.
9. Evaluasi
Organisasi tentang Training
Sebagian besar metode training diakui efektif di dalam keadaan
yang tepat, tetapi orang di dalam organisasi ingin mengetahui apakah training tersebut mencapai tujuan dari
keadaan tersebut, apakah keuntungan dari training
tersebut lebih besar daripada pengeluaran. Jawabannya adalah bergantung
kepada prestasi kerja dari orang yang dilatih dapat meningkatkan produktivitas
organisasi. Sejumlah faktor mempengaruhi transfer training untuk pekerjaan,
oleh karena itu, sangat mungkin untuk dilakukan pemeriksaan keterampilan dan
pengetahuan calon karyawan dengan cara kriteria dalam/internal yaitu tes atau
evaluasi trainer.
10.
Apakah Training
Jauh Lebih Efektif daripada Tanpa Training ?
Jika training
kerja
cukup baik diterapkan dalam organisasi, maka karyawan baru yang telah mengikuti
training harus lebih menonjol dalam hal
tertentu daripada yang tidak mengikuti training. Karyawan yang telah
mengikuti training formal harus menunjukkan satu atau
lebih hal-hal berikut ini, daripada karyawan yang tidak ikut training:
·
Membuat sedikit kesalahan dalam bekerja
·
Lebih sedikit mengalami kecelakaan kerja
·
Harus melaksanakan pekerjaan dalam kualitas yang tinggi
·
Mereka bertahan lebih lama dalam perusahaan/organisasi
·
Harus lebih cepat produktif
Korporasi
penjualan pelatih untuk R.R. Donnelley & Sons, dengan bantuan dari
perusahaan konsultan psikologis, diikuti strategi dasar ilmiah mencari tahu jika
training lebih efektif dari pada tanpa
training. Strategi ini merupakan percobaan lapangan (atau studi
lapangan) di mana beberapa aspek perilaku kerja karyawan yang memiliki training
formal dibandingkan dengan perilaku kerja
karyawan yang tidak memiliki training. Pada Donnelly, dasar perbandingannya adalah jumlah
berapa banyak bisnis yang didapatkan oleh para penjual. Singkatnya, mungkin
peneliti melihat jumlah panggilan, volume penjualan, atau evaluasi oleh manajer
atau pelanggan.
Tujuan dalam melakukan penyelidikan
ini adalah untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor bukan training
sebagai timbulnya perbedaan antara
orang yang dilatih dan tidak dilatih. Mereka yang dipilih untuk penyelidikan
ini diberikan tugas secara acak dalam kelompok yang memperoleh training (eksperimen)
dan yang tidak diberi training (kontrol). Kelompok kontrol harus memiliki pengalaman
yang dimiliki oleh kelompok eksperimen, kecuali training. Mereka harus menerima orientasi yang sama ke
perusahaan dan diberikan test terlebih dahulu tentang pengetahuan kerja dan
keterampilan untuk mewujudkan baris dasar guna mengetahui perubahan.
sumber: Jewell, J.N (1998). Contemporary
Industrial/Organizational Psychology. California: McgrawHill.